Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Studi Banding DPR di Australia!

Kompas.com - 04/05/2011, 17:21 WIB

Sesi pertanyaan

Setelah mendengarkan paparan tadi, saya cukup mengakui bahwa Bapak Abdul Kadir Karding (PKB) memiliki kemampuan komunikasi yang hebat. Beliau mencoba "meredam" suasana hadirin yang ada di Ruang Bhinneka dengan ’lelucon-lelucon’ dan dengan paparan gaya bahasa yang lugas, tenang, dan terstruktur. Mungkin inilah sebabnya beliau terpilih menjadi ketua rombongan karena, dari apa yang saya lihat secara pribadi, beliaulah yang  memiliki kemampuan public speaking yang paling mencolok dibandingkan anggota-anggota yang lain. Karena kalau dilihat, ada beberapa anggota yang hanya duduk di kursi panelis tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka (selain memperkenalkan diri), ada yang hanya mencatat, dan ada pula yang hanya sesekali berkomentar. Kalau dilihat memang "all in all", sepertinya memang sudah menjadi tugas Bapak Karding untuk "menjinakkan" hadirin. :)

Pada saat sesi tanya jawab dimulai, ada 3 penanya pertama (dari beberapa yang berusaha secara antusias):

1. Bagus Nugroho (Mahasiswa Program S-3 Bidang Aeronautics Melbourne University & Nano Tech dari Oxford University)

Mengenai dana yang dikeluarkan untuk 11 anggota Komisi VIII yang pergi studi banding ke Australia, menurut perhitungan Bagus, jumlah dana yang dikeluarkan adalah sekitar Rp 811 juta selama 6 hari atau sekitar US$ 5.000 per orang per minggu. Pertanyaannya adalah mengapa sebesar itu? Bukankah itu dana yang sangat besar untuk dikeluarkan mengingat tingkat efektivitas yang rendah dari hasil studi banding?

2. Dirgayuza Setiawan (Wakil Ketua PPIA - Mahasiswa Jurusan Media)

Yuza mencoba menyangkal argumen Bapak Karding yang mempertanyakan mengapa surat terbuka PPIA dikirimkan terlebih dahulu ke media dibanding langsung ke beliau. Menurut Yuza, karena semua channel yang ada telah dicoba, berikut mengakses website pribadi Bapak Karding yang ternyata berstatus "suspended". Dari website DPR RI pun tidak ada keterangan nomor kontak dan alamat e-mail yang bisa dihubungi. Karena itu, Yuza menghubungi media untuk meminta informasi.

Seperti telah diketahui sebelumnya dalam wawancara radio Australia di Canberra, Bapak Karding mengatakan bahwa alasan anggota Komisi VIII tidak mengunjungi daerah Northern Territory (NT) adalah karena beliau menangkap adanya “sinyal-sinyal”  keengganan dari Pemerintah Australia untuk membolehkan mereka pergi  ke NT. Karena, menurut beliau, issue penduduk miskin Aborigin di Australia adalah issue yang sensitif, apalagi untuk kunjungan parlemen asing. Pada saat yang sama, Yuza mengatakan, hal yang sama tidak terjadi terhadap beberapa mahasiswa Indonesia yang mengadakan penelitian di NT untuk menyurvei penduduk miskin, Pemerintah Australia justru membantu dengan sepenuh hati. Hal yang menjadi pertanyaan Yuza adalah “sinyal-sinyal” seperti apakah dan bagaimana cara menginterpretasikan sinyal yang ditangkap Bapak Karding sehingga jatuh pada kesimpulan bahwa Pemerintah Australia enggan mengizinkan anggota Komisi VIII DPR RI pergi ke NT? Terlebih, daerah NT adalah daerah dengan konsentrasi penduduk miskin terbanyak di Australia.

Pertanyaan yang lain adalah mengapa kunjungan yang dilakukan  hanya mampu menghubungi pejabat-pejabat setingkat negara bagian, tapi tidak sampai pada tingkat pemerintah federal? DPR cenderung dianggap tidak siap dalam menyiapkan bahan-bahan dan memilih narasumber (kurangnya koordinasi dan tidak tepat sasaran)  dan kalaupun ini memang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, kenapa ada visa salah satu anggota tim Komisi VIII yang ditolak oleh Pemerintah Australia?

3. Usep Abdul Matin (Mahasiswa S-3 Bidang Sosiologi Monash University)

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Nasional
    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Nasional
    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Nasional
    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads

    Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com