Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dipo Alam: Presiden Tidak Senang

Kompas.com - 17/02/2011, 17:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengungkapkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak senang atas stigma pembohong yang diberikan para tokoh agama. Alasannya, stigma tersebut tidak sepantasnya diberikan karena Presiden sudah bekerja keras.

"Kalau Anda sudah bekerja keras, lalu dituduh berbohong, siapapun tidak akan senang. Tapi stigma itu memang lagi mau ditempel sama mereka (tokoh agama). Mereka tahu stigma kebohongan ini menyakitkan," kata Dipo saat ditemui Kompas.com, Rabu (17/2/2011).

Dipo mengakui, Presiden terkesan reaktif atas stigma tersebut dan langsung mengundang para tokoh agama ke Istana untuk berdiskusi hingga lewat tengah malam. "Para menteri dan orang-orang terdekatnya pun terus memberikan sanggahan," katanya.

Ditanya apakah Presiden khawatir dengan stigma berbohong yang disematkan para pemuka agama tersebut, Dipo menjelaskan, hal itu tidak ada kaitannya dengan kekhawatiran karena yang bersangkutan sudah menunjukkan kerja kerasnya.

Beberapa waktu lalu Dipo menyebut para pemuka agama sebagai burung gagak hitam pemakan bangkai berbulu merpati putih karena menyebut Presiden pembohong. Kini, Dipo kembali menciptakan istilah baru. Kali ini ia mengkritik Badan Serikat Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Pembohongan Publik sebagai menderita wabah mata kalong.

Dipo menyebutkan, badan ini menggerakkan para mahasiswa dan media massa untuk menentang pemerintah. Hal ini, katanya, buntut dari deklarasi para tokoh agama yang menyatakan bahwa Presiden telah melakukan kebohongan. Mantan Deputi Menko Perekonomian ini mengatakan, badan tersebut hanya mampu melihat sisi gelap pemerintah saja.

"Ini kosakata baru lagi untuk Anda. Orang yang melihat ini seperti menderita wabah mata kalong," kata Dipo kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2011) silam di Kantor Sekretaris Kabinet, Jakarta. "Mereka kalau siang hari matanya rabun. Bahwa dunia ini indah, ada orang bekerja mencari makan, dia tidak melihat. Nah, itu badan pekerja yang sudah memiliki agenda, menyebarluaskan membangun rumah kebohongan, mencoba menggerakan rektor, menggerakan mahasiswa," papar Dipo.

Terkait predikat "mata kalong", aktivis Badan Serikat Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Pembohongan Publik Ray Rangkuti mengimbau Dipo Alam agar berhenti memproduksi hal-hal yang tidak substantif.

"Dipo Alam sebaiknya fokus saja pada pekerjaannya. Tak ada yang perlu kami tanggapi karena pernyataan tersebut tidak substantif," kata Ray ketika dihubungi Kompas.com. "Pernyataan tersebut tak membantu mengubah citra pemerintah," sambung Ray.

Ray pun meminta Dipo, mantan aktivis pada tahun 1970-an bersikap lebih arif. "Semakin banyaknya uban di rambut, Dipo seharusnya semakin arif. Kekuasaan itu takkan lama. Tak usahlah membela (SBY) habis-habisan," sambungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

    Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

    [POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

    Nasional
    Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

    Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

    Nasional
    Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

    Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

    Nasional
    Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

    Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

    Nasional
    KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

    KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

    Nasional
    Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

    Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

    BrandzView
    Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

    Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

    Nasional
    Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

    Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

    Nasional
    Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

    Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

    Nasional
    Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

    Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

    Nasional
    Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

    Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

    Nasional
    TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

    TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com