Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Sumartini Direkomendasikan Dipecat

Kompas.com - 31/01/2011, 19:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sama seperti Kompol Arafat Enanie, Komisi Kode Etik dan Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri merekomendasikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada terperiksa AKP Sri Sumartini alias Tini, mantan penyidik Bareskrim Polri terkait kasus Gayus HP Tambunan.

Rekomendasi itu diberikan saat sidang vonis secara tertutup di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri, Senin ( 31/1/2011 ) petang.

"Pimpinan sidang kode etik menilai AKP Sri Sumartini telah melakukan perbuatan tercela dan melanggar kode etik. Padanya direkomendasikan untuk diberhentikan tidak dengan hormat, dianggap tidak layak jadi anggota Polri," ucap Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Boy Rafli Amar di Mabes Polri seusai pembacaan vonis.

Boy mengatakan, rekomendasi itu setelah Komisi Kode Etik mendengar keterangan 10 saksi dalam tiga kali sidang. Kesimpulannya, kata Boy, sebagai penyidik, Tini terbukti melakukan tiga pelanggaran kode etik dan profesi selama menyidik kasus korupsi dan pencucian uang yang menjerat Gayus tahun 2009 .

Pertama, Tini terbukti merubah status tersangka Roberto Santonius, konsultan pajak. Awalnya, Roberto ditetapkan tersangka bersama Gayus terkait aliran dana ke Gayus. Tini merubah laporan polisi dari dua tersangka itu menjadi Gayus tersangka tunggal.

Pelanggaran kedua, tambah Boy, Tini terbukti merubah surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus Gayus tanpa sepengetahuan Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri yang saat itu dijabat Brigjen (Pol) Edmond Ilyas.

Ketiga, lanjut Boy, Tini bersama Arafat terbukti melakukan pertemuan dengan Jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan di Hotel Krystal, Jakarta Selatan, pada 12 Oktober 2009 . Pertemuan itu, kata dia, untuk merubah pasal yang dikenakan ke Gayus dengan menambahkan pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

"Itu tiga hal yang dianggap merusak citra Polri," kata Boy. Komisi menilai Tini terbukti melanggar pasal 5 huruf a dan b, pasal 7 ayat 1, pasal 10 ayat 1 huruf c, Pasal 15 Perkap Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Hal yang meringankan Tini, papar Boy, yang bersangkutan belum pernah dihukum, belum pernah melakukan tindakan tercela, menyesali perbuatan, berterus terang selama persidangan, dan memiliki tanggungan anak-anak.

Adapun hal yang memberatkan terperiksa yakni perbuatannya mencoreng nama bak Polri serta adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menghukum dirinya 2 tahun penjara terkait menerima suap. "Sri Sumartini diberikan waktu untuk ajukan keberatan (atas vonis) selama tujuh hari kerja," tutup Boy.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

    Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

    Nasional
    Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

    Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

    Nasional
    Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

    Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

    Nasional
    Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

    Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

    Nasional
    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

    Nasional
    Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

    Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

    Nasional
    Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

    Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

    Nasional
    Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

    Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

    Nasional
    Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

    Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

    Nasional
    Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

    Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

    Nasional
    Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

    Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

    Nasional
    MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

    MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

    Nasional
    Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

    Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

    Nasional
    Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

    Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

    Nasional
    BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

    BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com