"Semuanya harus dikembalikan kepada konstitusi, serahkan kepada ahlinya," tegasnya kepada Kompas.com, Rabu (1/12/2010) siang.
SBY vs Sultan?
Wacana politik yang melahirkan aura ketegangan tentu tidak baik bagi situasi di Tanah Air. Anggota Komite I DPD, Paulus Yohanes Sumino, mengatakan, SBY perlu menjelaskan pernyataan tersebut, apakah ini sikap politiknya atau hanya pemikiran kritis saja.
SBY harus bertanggung jawab. Pasalnya, masyarakat sudah keburu marah ketika kepemimpinan Sultan di Yogyakarta disebut sistem monarki yang bertentangan dengan demokrasi.
Selain bergulirnya, rencana referendum, wacana juga berkembang ke arah rivalitas antara SBY dan Sri Sultan, Paulus enggan berandai. Namun, menurutnya, motivasi di balik pernyataan SBY harus ditelusuri.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menambahkan, pernyataan SBY tersebut membuat publik secara jelas membaca sentimen politik SBY kepada Sultan. "Jadi, terbaca di publik kan, SBY dan Sultan kurang harmonis," ungkapnya.
Bingung
Selasa (30/11/2010) lalu Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengaku bingung ketika persoalan RUU ini malah melebar ke isu ketegangan politik antara SBY dan Sultan. Padahal, ungkapnya, pemerintah hanya berupaya menentukan dasar hukum bagi tata cara penetapan dan pemilihan Gubernur DI Yogyakarta. Inilah yang masih mengganjal pemerintah untuk membawa draf RUU ini ke DPR.
Gamawan mengatakan pemerintah masih "mengunyah-ngunyah" Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis serta Pasal 24 Ayat 5 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan, kepala daerah dan wakilnya dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
"Sebenarnya masalahnya hanya bagaimana memilih seorang gubernur, apakah dipilih atau tidak. Nah, Presiden memberikan perhatian terhadap rujukannya apa. Rujukannya adalah UUD. Pasal 18 menyebutkan, gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis menurut UUD. Tapi, tradisi yang berjalan di Yogya kan seolah-olah otomatis (menjadikan Sultan sebagai Gubernur),” ungkapnya.