Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunikasi Asnun-Gayus Melalui SMS

Kompas.com - 03/11/2010, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Muhtadi Asnun, mantan hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memvonis bebas terdakwa penggelapan pajak, Gayus H Tambunan, akhirnya bersaksi dalam sidang kasus mafia hukum dengan terdakwa Gayus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (3/11/2010).

Dalam persidangan tersebut, Asnun mengaku berkomunikasi dengan Gayus melalui pesan singkat, meminta Gayus menambah dana yang diberikan. Dana tersebut disamarkan menjadi kata "kopi" di pesan singkat. "Intinya (di SMS itu) minta tambah. Dia (Gayus) kan menawarkan (dana) tadi," kata Asnun.

Secara lengkap, SMS Asnun kepada Gayus tersebut berbunyi, "Khusus kopi saya, ditambah 100 persen ya, Pak," ujar Ketua Majelis Hakim Alberthina Ho yang dibenarkan Asnun.

Pesan tersebut disampaikan Asnun setelah Gayus menemui Asnun dengan ditemani panitera pengganti bernama Ikat di rumah Asnun, tepatnya Jumat (12/3/2010), sehari sebelum vonis Gayus dibacakan.

Kemudian, ketika ditanya apa jawaban Gayus terhadap SMS tersebut, Asnun mengaku lupa. Albertina kemudian membacakan isi SMS Gayus yang dilupakan Asnun sesuai berita acara. "Kopinya kapan diserahkan, Pak? Kalau bisa sebelum jam 10 pagi besok," ujar Albertina yang dibenarkan Asnun.

Karena Asnun terlalu banyak menjawab lupa atas isi SMS-nya kepada Gayus dan sebaliknya, hakim Albertina membacakan SMS berikutnya dari Asnun yang dikirim pada hari pembacaan vonis, Jumat pagi.

"Maaf Pak, anak kami minta dibeliin Honda Jazz, tolong kopinya ditambah 10.000 kg lagi, nanti permintaan saudara saya turuti," ucap Albertina membacakan isi SMS.

"Maksudnya, ditambah seratus persen," kata Asnun melengkapi.

Meskipun berkomunikasi dengan Gayus dan meminta tambah dana, Asnun mengaku tidak menerima dana dari Gayus. Dia mengaku sadar kalau perbuatannya dilarang ketika Gayus datang ke rumahnya pada Jumat pagi. "Saya tolak, saya sadar saat itu," katanya.

Asnun mengaku menolak ketika Gayus menunjukkan gelagat ingin memberikan uang dari kantongnya. Namun, pada akhir kesaksian Asnun, Gayus membantah tidak pernah memberi uang kepada Asnun.

Gayus mengaku hanya menyediakan uang di dalam kantongnya, tetapi tidak mengeluarkan uang. Jumlah uang yang disediakan pun, menurut Gayus, tidak sesuai dengan yang dikatakan Asnun.

Gayus mengaku menyediakan uang sebesar 40.000 dollar AS dengan rincian 30.000 dollar AS untuk Asnun dan 10.000 dollar AS untuk dua hakim anggota.

"Yang dimaksud kopi pertama, tambahkan 20.000 dollar AS dengan perincian 5.000 dollar AS masing-masing anggota, 10.000 dollar AS untuk majelis. SMS berikutnya, 10 (ribu) dollar AS bukan Rp 50 juta. Minta 10 kg saya tangkap, saya harus siapkan 10.000 dollar AS lagi," papar Gayus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com