Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasa Keadilan Publik Terkoyak

Kompas.com - 31/10/2009, 04:50 WIB
 
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Penahanan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, telah mengoyak rasa keadilan masyarakat. Dukungan kepada mereka pun terus mengalir seiring dengan keprihatinan mendalam akan masa depan penegakan keadilan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Lebih dari 20 tokoh menyampaikan keprihatinan di kantor Imparsial, Jakarta, Jumat (30/10). Tokoh yang bergabung dengan koalisi tersebut antara lain MM Billah, Asmara Nababan, Teten Masduki, Bambang Widodo Umar, Chalid Muhammad, Ade Rostina Sitompul, Rusdi Marpaung, Syamsudin Haris, Saldi Isra, Danang Widoyoko, Heru Hendratmoko, Nezar Patria, Faisal Basri, Goenawan Mohamad, Edwin Partogi, dan Suciwati.

Sehari sebelumnya, tokoh-tokoh seperti Syafii Maarif, Imam Prasodjo, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, J Kristiadi, dan Syafii Anwar juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas penahanan kedua tokoh KPK tersebut.

Para aktivis meminta agar dibentuk tim independen serta menuntut petinggi kepolisian dan Kejaksaan Agung yang diduga terlibat dalam skenario penetapan tersangka Bibit dan Chandra diusut. Mereka juga menuntut agar pejabat yang namanya disebut dalam transkrip rekaman itu dinonaktifkan.

Seusai deklarasi, MM Billah mengatakan, ”Harus ada penyelesaian hukum di mana keadilan merupakan salah satu pasal Pancasila. Kemelut ini tidak dapat diselesaikan tanpa terobosan. Salah satunya pembentukan tim independen.”

Edwin dari Kontras mengatakan, konflik ini menimbulkan sinisme di masyarakat. ”Secara kasatmata masyarakat melihat tersebarnya transkrip rekaman yang semakin menunjukkan ada konspirasi,” katanya.

Danang dari Indonesian Corruption Watch mengatakan, penahanan Bibit dan Chandra tidak dapat dilepaskan dari beredarnya transkrip rekaman yang menyebut-nyebut nama petinggi kepolisian dan Kejaksaan Agung yang pada ujungnya terdapat dugaan rekayasa pembunuhan KPK.

Sejarah hitam

Ketua Bidang Hukum Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai penahanan Bibit dan Chandra memberikan citra buruk terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Penahanan yang dilakukan Polri menjadi citra awal yang buruk dan membayangi pemerintahan SBY lima tahun ke depan,” katanya.

Penahanan Bibit dan Chandra, tegasnya, merupakan sejarah hitam penegakan hukum dan sekaligus kemenangan bagi koruptor.

Amir meyakini Polri telah salah menafsirkan perintah Presiden untuk mengusut tuntas disebutnya nama RI-1 dalam percakapan telepon Anggodo Widjojo dan sejumlah pejabat kejaksaan dan kepolisian. ”Itu yang harus diusut, lho kok malah menahan Bibit dan Chandra dan mau mencari siapa yang membocorkan rekaman,” kata Amir kesal.

Amir menilai alasan penahanan itu sama sekali tidak masuk akal dan tidak bisa diterima. ”Bagaimana mungkin Polri mempersalahkan Chandra dan Bibit karena mencekal Djoko Tjandra dan Anggoro hanya karena keputusan itu tidak ditandatangani secara kolektif oleh pimpinan KPK yang lain,” katanya.

Anggoro Widjojo adalah buronan KPK yang berada di luar negeri, sedangkan Djoko S Tjandra adalah terpidana kasus korupsi yang kabur ke luar negeri untuk menghindari proses hukum di Indonesia.

Di tempat terpisah, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman dari Fraksi Partai Demokrat memberikan pendapat senada. ”Langkah Polri memperburuk situasi dan merusak citra serta komitmen Presiden untuk memberantas korupsi,” katanya.

Benny mengatakan, prestasi Presiden dalam pemberantasan korupsi selama ini telah dinodai oleh cara kepolisian yang tidak profesional dalam menangani kasus hukum yang melibatkan dua pejabat KPK.

Di ujung tanduk

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai citra penegakan hukum di Indonesia saat ini berada di ujung tanduk. ”Ini sudah pada tingkat yang membahayakan, tak hanya penegakan hukum, tetapi juga demokrasi. Demokrasi itu tidak akan menghasilkan apa pun jika tidak didukung oleh rule of law,” ujar Jimly, Jumat.

Terkait itu, Jimly menyarankan agar kasus yang menimpa dua unsur pimpinan KPK nonaktif tersebut segera diselesaikan. Ia menguraikan terdapat dua jalur penyelesaian, yaitu jalur hukum melalui mekanisme pengadilan dan nonhukum atau out of court settlement.

Mekanisme hukum baik Mahkamah Konstitusi maupun pengadilan negeri menjadi tumpuan bagi pengembalian citra penegakan hukum. Ia mendorong agar semua hal terkait kasus Chandra dan Bibit diungkapkan seutuhnya dalam forum tersebut. ”Buka semua rekaman di forum Mahkamah Konstitusi maupun pengadilan negeri. Pengadilan menjadi forum terbuka untuk memeriksa secara transparan,” ujar Jimly.

Sementara pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, yang bersedia menjadi jaminan bagi penangguhan penahanan Chandra dan Bibit, mengungkapkan, penahanan yang dilakukan polisi perlu dilawan karena dilakukan tanpa alasan jelas. Ke depan, hal itu sangat berbahaya karena dapat menjerat siapa saja.

Dukungan Hanura

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga memberikan dukungan kepada Bibit dan Chandra. Hanura merupakan partai politik pertama yang memberikan dukungan kepada unsur pimpinan (nonaktif) KPK itu secara tegas. Sebanyak 17 anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura di DPR bahkan menjaminkan diri agar Bibit dan Chandra cukup dijadikan tahanan luar.

Surat jaminan itu dijadwalkan akan diserahkan kepada Mabes Polri pada Sabtu ini, bahkan direncanakan juga dengan mengajak Ketua Umum Partai Hanura Wiranto.

(AIK/EDN/BDM/ANA/SUT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com