Rachland bahkan menyebutkan, informasi itu terekam dalam sejumlah pemberitaan media massa saat itu termasuk Kompas. Dalam pemberitaan Kompas, Selasa, 22 Desember 1998, yang mengutip koran lokal, Al-Ra'i, disebutkan adanya Dekrit Raja Kerajaan Jordania bagi Prabowo berisi penganugerahan status kewarganegaraan. Bahkan kemudian di Kompas juga, mantan Hakim Agung Adi Andojo dalam artikelnya menyebut pemberian kewarganegaraan seperti itu melanggar aturan kita. "Seharusnya Prabowo menyatakan jika dia memang menolak penganugerahan tersebut," ujar Rachland.
Sayangnya, tambah Rachland, Prabowo tidak pernah memberi pernyataan atau penjelasan soal apakah dia menerima atau menolak anugerah kewarganegaraan dari Kerajaan Jordania tersebut di media massa mana pun termasuk di Kompas. Padahal, sebagai cawapres dia sekarang wajib menjelaskan masalah itu.
Lebih lanjut Rachland mempersilakan saja jika memang ada langkah hukum atau gugatan terhadap dirinya. Menurutnya, konstitusi secara jelas mengatur baik capres maupun cawapres harus WNI. Dia menolak pernyataannya dinilai kampanye hitam.
Dalam penelusuran Kompas, pada pemberitaan Selasa, 5 Januari 1999, diwartakan, pihak Departemen Luar Negeri Indonesia telah mengajukan pertanyaan dan menunggu jawaban resmi melalui pihak Kedutaan Besar RI di Amman, Jordania, terkait pemberian anugerah kewarganegaraan terhadap Prabowo.
Sedangkan dalam pemberitaan Kompas, Jumat, 8 Januari 1999, Menteri Luar Negeri RI saat itu, Ali Alatas, menyebutkan, pemberitaan media di Jordania, Al-Ra'i, tidak didasari fakta menyusul pernyataan resmi Kerajaan Jordania yang mengaku tidak menemukan registrasi status kewarganegaraan Jordania kepada Prabowo Subianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.