Drama sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 berakhir sudah. Seperti dugaan banyak orang, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan paslon nomor urut 1 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo - Mahfud MD.
Putusan dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Putusan MK ini menguatkan keputusan Komisi Pemilihan Umum yang menyatakan, paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka adalah pemenang dalam Pilpres 2024.
Berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 360 Tahun 2024, pasangan Prabowo-Gibran memperoleh 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional.
Sementara pasangan Ganjar-Mahfud mendapatkan 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dan pasangan Anies-Muhaimin mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen.
Sebelumnya, dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi, dan digelar pemungutan suara ulang.
Berbeda dengan Ganjar-Mahfud, Anies-Muhaimin juga memasukkan petitum alternatif, yakni diskualifikasi hanya untuk Gibran.
Pasalnya, Gibran dianggap tak memenuhi syarat administratif karena KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. Padahal, dalam PKPU ini, syarat usia minimal masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.
Pendapat berbeda (Disenting Opinion)
Namun, hakim MK tak satu suara dalam memutus sengketa hasil Pilpres 2024 ini. Ada tiga hakim yang menyampaikan “dissenting opinion” atau pendapat berbeda. Mereka adalah Saldi Isra, Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih.
Saldi Isra menyatakan, dalil permohonan Anies dan Ganjar sepanjang berkaitan dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum.
Saldi juga meyakini terdapat masalah netralitas penjabat (Pj) kepala daerah dan pengerahan kepala desa di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan, sehingga perlu digelar pemungutan suara ulang (PSU) pada daerah tersebut.
Suara senada disampaikan hakim Enny Nurbaningsih. Ia mempertanyakan etika pemimpin yang memanfaatkan celah hukum.
Enny berpandangan, dalil yang diajukan paslon Anies-Muhaimin dalam permohonannya beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Bahwa telah terjadi ketidaknetralan pejabat yang sebagian berkelindan dengan pemberian bansos yang terjadi pada beberapa daerah.
Menurut dia, MK semestinya memerintahkan PSU di beberapa daerah demi memastikan pemilu berjalan jujur dan adil.
Sementara hakim Arief Hidayat meyakini, rezim Jokowi telah berpihak saat Pilpres 2024 yang dimenangi Prabowo Subianto, yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, anak Jokowi.
Menurut Arief, Presiden Jokowi seolah menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus dengan virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam demokrasi.
Ia menilai, Pilpres 2024 ini terjadi hiruk pikuk dan kegaduhan karena Presiden Jokowi dan aparaturnya bersikap tak netral, bahkan mendukung paslon tertentu secara terang-terangan.
Hakim Arief Hidayat mengusulkan pembentukan Undang-undang Lembaga Kepresidenan. Menurut dia, UU ini penting guna mengatur tugas pokok dan fungsi Presiden.
Selain UU Lembaga Kepresidenan, Arief juga mengusulkan pembentukan Mahkamah Etika Nasional. Lembaga ini dinilai penting untuk menangani dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh presiden dalam masa pemilu.
Pertama dalam sejarah
Dalam sejarah MK, baru kali ini majelis hakim tak satu suara dalam memutus sengketa hasil Pilpres.
Pada penanganan sengketa hasil pemilu sebelumnya, dalam merumuskan dan membuat putusan majelis hakim MK selalu satu suara karena mereka berembuk dulu untuk menentukan putusan.
“Dissenting Opinion” dalam sengketa Pilpres dihindari karena menyangkut jabatan seseorang sehingga semua hakim mesti punya pendapat seragam.
“Dissenting Opinion” yang disampaikan tiga hakim, membuat putusan MK dianggap tak bulat dan menyisakan problem legitimasi.
Putusan ini juga dinilai belum optimal dalam mengelaborasi keadilan substansial dan masih sebatas prosedural.
Meski secara hukum (legal) Prabowo dan Gibran dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2024, ada kemungkinan legitimasi Pilpres 2024 akan dipersoalkan di kemudian hari.
Secara politik apa dampak “dissenting opinion” tiga hakim MK ini bagi pasangan Prabowo – Gibran? Dan apakah pendapat berbeda yang disampaikan tiga hakim MK akan berdampak pada gelaran pemilu berikutnya?
Ikuti dan simak pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (24/4/2024), live di Kompas TV mulai pukul 20.30 WIB.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/24/13585011/kala-hakim-mk-beda-suara