Hasyim disebut menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila dengan salah satu anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang bertugas di Eropa.
"Cerita pertama kali ketemu itu di Agustus 2023. Itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024," kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu, Maria Dianita Prosperiani, setelah pengaduan ke DKPP pada 18 April 2024.
Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban melakukan kunjungan dinas ke dalam negeri.
Kuasa hukum korban lainnya, Aristo Pangaribuan menyebut bahwa dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim secara terus-menerus untuk menjangkau korban.
"Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya," kata Aristo.
Namun, menurut dia, tidak ada intimidasi maupun ancaman dalam dugaan pemanfaatan relasi kuasa yang disebut dilakukan oleh Hasyim Asy'ari.
Pengacara juga enggan menjawab secara tegas apakah perbuatan asusila yang dimaksud juga mencakup pelecehan seksual atau tidak.
Namun, akibat tindakan Hasyim, korban disebut memutuskan untuk mengundurkan diri sebelum pelaksaan pemungutan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Korban disebut butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian membuat aduan semacam ini. Pengacara membantah korban memiliki motif politik di balik aduan ini.
"Sebenernya sih sudah mau dilaporkan dari terakhir terakhir sudah mau dilaporkan tapi takut kontraproduktif. Kenapa? Karena kan mau ada pemilu pada waktu itu dan ini sudah lama, ini proses penyusunannya membuat ini kan tidak sederhana," ujar Aristo.
Dia juga mengklaim telah menyediakan banyak barang bukti terkait tindakan Hasyim, termasuk bukti bahwa korban telah meminta agar dirinya tak diganggu tetapi enggan membeberkannya ke media.
"Barang bukti ada banyak. Ada misalnya percakapan-percakapan, ada foto-foto, ada bukti-bukti tertulis," kata Aristo.
Aristo menyebut bahwa pihaknya sedang mengkaji kemungkinan untuk melaporkan kasus yang sama ke kepolisian.
"Kita lagi kaji apakah nanti sampai ke sana atau tidak. Pelaporan ke DKPP yang pertama. Karena untuk mengumpulkan keberanian untuk sampai ke sini saja sudah luar biasa," ujarnya.
"Korban kalau saya cerita sih memiliki trauma terutama dengan laki-laki. Ketika tadi tim kami berkumpul, kami dari LBH (lembaga bantuan hukum) banyak juga laki-laki, jadi korban ini kaget dengan ada beberapa laki-laki masuk dalam ruangan," kata Aristo lagi.
Ketika itu, rangkaian persidangan yang digelar tertutup mengungkapkan bahwa Hasyim aktif berkomunikasi dengan Hasnaeni secara intensif melalui WhatsApp di luar kepentingan kepemiluan.
Ada percakapan dari Hasyim kepada Hasnaeni seperti “Bersama KPU, kita bahagia. Bersama Ketua KPU, saya bahagia"; “udah jalan ini menujumu”; “Nanti malam dirimu keluar bawa mobil sendiri, jemput aku, kita jalan berdua. Ziarah keliling Jakarta”; “Kalo ada sesuatu yang diperlukan malam ini kontak aja, saya standby siap merapat”.
Berdasarkan hal itu, DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
"Tapi kalau pada Hasnaeni dia itu adalah ketua umum partai punya kepentingan, ini klien kami seorang perempuan petugas PPLN dia tidak punya kepentingan apa pun," ujar Aristo.
"Dia merasa menjadi korban dari hubungan relasi kuasanya. Karena ini kan bosnya Ketua KPU," katanya lagi.
DKPP beralasan, tidak menambah level sanksi menjadi pemberhentian karena tipologi kasus pelanggaran etik yang membuat Hasyim dijatuhi peringatan keras merupakan kasus yang berlainan satu sama lain, sehingga tidak berlaku sifat akumulatif.
Pengacara korban berharap, nantinya DKPP akan menjatuhkan sanksi pemberhentian untuk Hasyim Asy'ari karena telah melakukan perbuatan sejenis sebelumnya.
"Tipologi perbuatannya adalah sama, sama dengan Hasnaeni. Artinya kalau begitu sudah tidak ada lagi sanksi peringatan keras terakhir, (adanya) sanksi yang terberat, yaitu diberhentikan," ujar Aristo.
Sementara itu, Hasyim Asy'ari masih irit bicara ketika dikonfirmasi mengenai pelaporannya tersebut.
"Nanti saja saya tanggapi pada waktu yang tepat. Mohon maaf," ujar Hasyim kepada Kompas.com pada 18 April 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/20/09542421/menakar-nasib-ketua-kpu-usai-diadukan-lagi-ke-dkpp-terkait-dugaan-asusila