Salin Artikel

Sesar Politik Kesadaran Berbangsa Indonesia

Fenomena tersebut bisa kita cermati dari maraknya korupsi dan bahkan oligarki politik yang kian menggurita. Melahirkan sepuluh ribuan pejabat pemerintahan yang harus membeli jabatannya dengan biaya teramat mahal.

Setelah itu, bahkan terjadi fenomena yang tak kalah menggelisahkan, karena mereka juga masih harus bertarung dengan perasaan semu, yang seolah mewajibkannya untuk membayar upeti pada sang pemberi jabatan.

Indonesia, sebagai negara yang kaya keanekaragaman budaya dan suku bangsa, menghadapi sejumlah tantangan dalam merajut kesatuan politik.

Kesadaran politik, yang seharusnya menjadi kekuatan pengikat, terkadang malah menghadirkan sejumlah ancaman bagi persatuan. Beberapa yang paling kentara adalah, polarisasi politik yang semakin meningkat.

Perbedaan pandangan dan perdebatan kepentingan politik seringkali memecah belah masyarakat dan memperlemah solidaritas nasional.

Polarisasi ini tidak hanya terjadi di tingkat elite politik, tetapi juga merembet ke lapisan masyarakat akar rumput—menciptakan jurang antara kelompok yang berbeda.

Isu identitas yang kompleks turut menjadi penghalang dalam kesadaran berbangsa Indonesia. Meskipun keanekaragaman budaya dan etnis menjadi kekayaan, namun terkadang isu-isu identitas dapat dimanfaatkan oleh kelompok tertentu demi kepentingan politik mereka.

Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, serta mengaburkan visi bersama untuk membangun Indonesia yang gemah ripah.

Kemunculan kelompok-kelompok intoleran, juga perlu mendapat perhatian. Dalam suasana Pilpres seperti saat ini, mereka kerap kali mengekspresikan kebencian dan diskriminasi terhadap kelompok lain dan bahkan tindak kekerasan yang mengancam kerukunan dan kedamaian berbangsa dan bernegara.

Selain itu, ketidaksetaraan pembangunan antarwilayah di Indonesia, masih menjadi isu utama di republik ini.

Tidak semua daerah mendapatkan pembangunan dan perhatian yang sama, jelas dapat menciptakan rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan di antara masyarakat. Hal ini menjadi tantangan serius dalam menciptakan kesadaran berbangsa yang kuat dan merata.

Hal yang tak bisa dinafikan begitu saja, yaitu pentingnya pendidikan dalam membentuk kesadaran berbangsa. Sementara itu, sistem pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan, seperti ketidaksetaraan akses dan kualitas pendidikan.

Maka untuk itu, perlu adanya reformasi pendidikan yang menyeluruh guna memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan pendidikan yang merata dan berkualitas, dan dapat membentuk kesadaran berbangsa sejak dini.

Dalam mengatasi perkara tersebut, partisipasi aktif masyarakat tentu sangat diperlukan. Pembentukan forum-forum dialog yang inklusif dan merangkul seluruh lapisan masyarakat dapat menjadi langkah positif dalam mengatasi polarisasi politik.

Selain itu, perlunya peningkatan pemahaman tentang keanekaragaman budaya dan penghormatan terhadap hak-hak setiap individu dapat menjadi landasan kuat bagi kesadaran berbangsa yang berkemajuan—tentu dengan berbagai kegiatan positif untuk mengaplikasikannya.

Dengan langkah nyata, termasuk reformasi politik, pendidikan, dan partisipasi aktif masyarakat, kita dapat bersama-sama mengatasi tantangan ini dan membangun Indonesia yang kokoh dalam keragaman.

Kesadaran berbangsa bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang menuju persatuan yang semakin erat dan kokoh.

Ibu Pertiwi yang hamil tua

Kandungan Ibu Pertiwi kali ini, rupanya perlu mendapat penanganan khusus. Sebab di dalam rahimnya bersemayam seorang pemimpin berikutnya yang akan melanjutkan tongkat estafet kepresidenan yang ke delapan.

Namun sepertinya ada gelagat, seolah ia tak bisa melahirkan secara normal— dan harus ada upaya sesar.

Mengapa? Kalau tidak disesar, maka bayi yang suci dengan potensi baik tidak akan lahir dan akan mati bersama ibunya. Kalaulah iya, maka dokter sesarnya harus sang resi agung berhati bersih dengan budi pekerti yang luhur.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada 2024, jadi Pemilu ke-13 bagi kita. Berbeda jauh dengan Pemilu perdana pada 1955 yang tercatat sebagai paling demokratis, Pemilu kali ini diwarnai begitu banyak peristiwa dan praktik mencengangkan—yang terpampang secara gamblang dan sulit terpahami secara lugas, entah karena apa.

Lucunya, melihat kehebohan dan kemusykilan yang berlangsung itu, bangsa kita nyaris tak bisa berbuat apa-apa, kecuali menelan ludah bolak-balik.

Semua piranti yang ada, seolah tak sadar dan digerakkan untuk melanggengkan drama fenomenal hasrat dan melibas asumsi, sakwasangka dan pemikiran siapa pun yang mengamatinya.

Terkait itu, sejatinya kita sudah punya preseden yang bagus. Pada 1 Desember 1956, Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden—setelah dua kali melayangkan surat pengunduran diri kepada Ketua DPR, Sartono.

Apa pasal? Ia mengaku tak lagi seiring jalan dengan Bung Karno selaku presiden—yang kala itu hanya berpusat pada dirinya sendiri (egosentris).

Sayangnya, teladan sebagus itu tak lagi jadi pedoman dan seakan tak digubris para putra terbaik yang menjadi kontestan dan pengusungnya saat ini.

Mereka seolah menganggap posisi strategisnya, diyakini dengan iman yang kuat, tidak akan menimbulkan konflik kepentingan.

Meskipun kenyataan yang terjadi, justru sebaliknya... Ehm, fenomena pelangi yang luar biasa dan para penidur yang tersadar pun hanya kaget dan tergagap dengan bergumam—memang boleh?

Pemilu paling kiwari yang sedang kita gelar tahun ini, tentu menjadi momen krusial dalam perjalanan demokrasi bangsa, menyongsong Indonesia Emas 2045.

Pemilihan presiden tidak hanya sekadar ajang pemilahan pemimpin, tetapi juga menentukan arah kebijakan dan masa depan negara.

Semua pihak, baik Capres-Cawapres maupun pemilih, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hajatan ini bakal berlangsung secara adil, transparan, dan demokratis.

Kita harus sama-sama menopang panggung akbar kontestasi Pemilu tidak rubuh. Karena ada begitu banyak kepentingan yang sedang beradu tegang di atasnya.

Masing-masing pihak ingin tampil sebagai pemenang dan kampiun negeri tanpa tanding. Tapi mereka seolah lupa akan kewajibannya untuk menguatkan fondasi yang akan menopang jabatannya lima tahun ke depan.

Upaya penguatan fondasi tersebut, mestinya perlu dilakukan secara berkelanjutan, agar kesadaran berbangsa Indonesia dapat terus dijaga dan ditingkatkan.

Kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia yang kuat, merupakan kunci menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

Semoga sesar politik yang kemungkinannya bisa saja terjadi, tak berdampak besar pada kemaslahatan ratusan juta rakyat Indonesia.

Sebagai pungkasan dari risalah ini, kami panjatkan doa dari khazanah kebudayaan Negeri Matahari;

Mugo gusti paringi kulo sedoyo berkah selamat lan ademe ati, rahayu sagung dumadi.

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/04/07000071/sesar-politik-kesadaran-berbangsa-indonesia

Terkini Lainnya

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke