Salin Artikel

Memahami Tugas Ajudan

Tentu masih segar diingatan kita bagaimana beberapa ajudan yang bertugas tersebut, baik dari institusi TNI maupun Polri, sempat menghebohkan media sosial maupun elektronik karena berbagai hal.

Seperti contoh, publik sempat dikejutkan pembunuhan yang dilakukan oleh salah satu petinggi Polri saat itu, Ferdy Sambo terhadap ajudannya sendiri, yaitu Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, di rumah dinasnya di daerah Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Terbaru, publik dihebohkan isu ketidaknetralan TNI dalam kontestasi Pemilu, menyusul hadirnya Ajudan Menteri Pertahanan RI pada agenda debat calon presiden yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), beberapa waktu lalu.

Puspen TNI hingga Bawaslu telah menegaskan bahwa kehadiran Ajudan Menhan dalam debat Capres tersebut tidak dalam konteks tergabung dalam tim pemenangan maupun kampanye, tetapi melaksanakan tugas pengamanan serta ajudan yang sifatnya melekat.

Agaknya, penulis melihat adanya kesalahpahaman publik dalam menginterpretasikan konteks kehadiran seorang ajudan pada masa-masa kampanye Pemilu saat ini.

Sebagai seorang anggota TNI yang sempat memiliki pengalaman bertugas sebagai ajudan di lingkungan Kementerian Sosial serta Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, penulis ingin sedikit berbagi terkait tugas-tugas yang dilakukan oleh seorang ajudan, dan bagaimana perspektifnya dalam membantu tugas keseharian pejabat publik yang menjadi objek utama penugasan.

Istilah ajudan awalnya hanya populer di kalangan militer dan merujuk pada personel yang membantu tugas seorang pejabat dalam dinas kemiliteran.

Iip Hidajat, dalam bukunya berjudul “Ajudan Setia dan Pemberani”, menyebut tugas ajudan awalnya mulai dikenal dari militer Perancis.

Saat itu, ajudan yang juga populer disebut dengan singkatan ADC, merupakan kependekan dari Aide de Camp yang berarti “pembantu di barak”.

Pada awalnya, ajudan hanya bertugas dalam berbagai hal yang sifatnya administratif. Namun dalam perkembangannya, seorang ajudan juga dituntut mampu bertugas dalam ranah protokoler dan berbagai penugasan pengamanan di lapangan sebagai “tangan kanan” pejabat yang dilayaninya.

Dari sudut pandang historis, pekerjaan seorang ajudan terkadang tidaklah mudah. Indonesia pernah memiliki sosok seorang ajudan yang memiliki jiwa kepahlawanan, bahkan rela mati untuk menjaga keselamatan pejabat yang dilayaninya.

Misalnya, Kapten Czi (Anm) Pierre Tendean, seorang ajudan dari Jenderal TNI A.H. Nasution, yang diculik dan dibunuh oleh kelompok bersenjata terafiliasi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965.

Demi menyelamatkan pejabat yang dilayaninya, saat keluar rumah dan dikelilingi oleh gerombolan terafiliasi PKI yang mencari keberadaan Jenderal A.H. Nasution untuk dihabisi, Kapten Pierre dengan gagah berani mengaku bahwa ia adalah ajudan dari Jenderal Nasution ketika ditanya mengenai keberadaan Sang Jenderal tersebut.

"Saya ajudan Jenderal Nasution," kata Pierre Tendean.

Gerombolan penculik yang tidak cermat dalam mendengar pengakuan sang ajudan menyangka bahwa sosok itulah yang bernama Nasution.

Pierre Tendean lantas diculik dan dibawa ke Lubang Buaya untuk kemudian disiksa serta dibunuh.

Pascakematiannya, Kapten Pierre Tendean lantas dimakamkan di Taman Makam Nasional Kalibata dan diangkat sebagai Pahlawan Revolusi oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Yang perlu masyarakat ketahui terkait penugasan seorang ajudan adalah hampir seluruh pejabat publik di manapun memiliki seorang ajudan, atau setidaknya, orang yang menjadi “tangan kanan” maupun pengawal yang membantu tugas kesehariannya.

Ada keterbatasan fisik maupun mobilitas dari pejabat yang bersangkutan, maupun kondisi-kondisi tertentu yang membuat suatu tugas tidak dapat dilakukan sendirian oleh pejabat tersebut.

Sebagai contoh, seorang pejabat tentunya tidak mungkin melakukan tugas surat menyurat yang bersifat administratif tanpa dibantu ajudan maupun asisten pribadi.

Tugas lain seorang ajudan seperti penghubung komunikasi dengan pejabat lainnya antarinstitusi, serta membantu apabila terjadi hal-hal yang sifatnya darurat, seperti kondisi sakit, adanya ancaman keamanan, dan lain-lain.

Di Indonesia, seorang ajudan bagi pejabat publik dapat bersumber dari anggota TNI maupun Polri. Mengapa demikian?

Alasannya logis dan cukup simpel, karena anggota TNI-Polri dibekali ilmu dalam hal pengamanan personel VVIP serta responsif apabila terjadi ancaman tertentu yang mengandung unsur kekerasan.

Kondisi fisik prima dan kecekatan yang mumpuni juga membuat pejabat publik kerap kali menggunakan anggota TNI-Polri sebagai ajudan dalam membantu tugas kesehariannya.

Namun, tidak menutup kemungkinan seorang ajudan dapat bersumber dari kalangan sipil yang memiliki kompetensi tertentu, tergantung dari permintaan pejabat yang bersangkutan.

Maka, dapat disimpulkan bawah pada dasarnya seorang ajudan memiliki tiga dimensi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, yaitu dimensi protokoler (protocol), pengamanan (security), dan administrasi (administrative).

Dimensi-dimensi inilah yang membuat seorang ajudan terkadang tidak dapat memosisikan dirinya terlalu jauh dari pejabat yang ia bantu kesehariannya.

Ia dapat dipanggil sewaktu-waktu, atau bahkan dalam situasi darurat yang mengancam keamanan, perlu untuk bergerak cepat dalam melakukan mitigasi ancaman di lapangan.

Ancaman kekerasan tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu, dan tidak menutup kemungkinan, dapat terjadi di manapun, bahkan di area yang tergolong aman sekalipun.

Security awareness mutlak dimiliki oleh seorang ajudan, karena pada dasarnya semua orang tidak akan tahu bentuk ancaman seperti apa yang dapat terjadi terhadap pejabat publik yang bagian dari tugas dan tanggung jawabnya.

Seperti diungkapkan oleh Mendagri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian, yang menyinggung apa yang terjadi pada PM Jepang Shinzo Abe selama masa kampanye.

Akibat kelengahan dalam penyelenggaraan pengamanan, PM Shinzo Abe yang saat itu tengah menyampaikan pidato saat masa kampanye 2022, tewas akibat ditembak oleh orang tak dikenal.

Dalam kondisi demikian, timbul pertanyaan yang sangat mendasar: siapa yang dinilai paling bertanggung jawab atas peristiwa tersebut?

Publik mungkin akan menyebut bahwa orang yang menembak itulah yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut, dan menerka-nerka apakah ada pelaku ataupun otak lain di balik peristiwa penembakan.

Akan tetapi, secara tidak langsung, sesungguhnya unsur pengamanan yang perlu disorot dalam konteks ini karena terjadi kelengahan dalam aktivitas pelaksanaannya.

Tentu saja, sebagai orang yang paling melekat dengan pejabat terkait, ajudan akan menjadi orang yang paling bertanggung jawab di dalamnya.

Besarnya risiko keamanan tersebut menjadikan seorang ajudan harus sigap dalam berbagai situasi, baik di aktivitas kedinasan, maupun non-kedinasan seperti kampanye pada masa-masa Pemilu saat ini.

Sangat disayangkan, framing tidak bertanggung jawab yang memosisikan ajudan sebagai bagian dari kekuatan politik tertentu, mengindikasikan adanya ketidaktahuan publik secara mendalam tentang risiko maupun tanggung jawab seorang ajudan dalam menjalankan tugasnya di lapangan.

Prinsip netralitas TNI dan Polri dalam kontestasi Pemilu sesungguhnya tidak cukup hanya dilihat dari perspektif aktivitas perseorangan saja, tetapi juga perlu dilihat dari lingkup institusional atau kelembagaan.

Komitmen TNI-Polri dalam Pemilu tetap berada dalam posisi netral dan tidak diperbolehkan aktif menjadi bagian dari kekuatan politik tertentu.

Bagi tiap-tiap personel, framing politik terhadap anggota TNI-Polri perlu menjadi awareness tersendiri. Pasalnya, saat ini media sosial kerap kali menyebarkan info yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan dimanfaatkan demi kepentingan elektoral oleh pihak-pihak tertentu dengan metode black campaign.

Dari kejadian baru-baru ini, setidaknya dapat diambil pelajaran bahwa black campaign melalui framing menjadi hal yang patut diwaspadai oleh tidak hanya anggota TNI-Polri, tetapi juga Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam masa-masa kampanye di setiap kontestasi Pemilu.

https://nasional.kompas.com/read/2023/12/22/09000041/memahami-tugas-ajudan

Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke