Salin Artikel

Pemerintah dan DPR Diminta Detailkan Syarat "Negarawan" Calon Hakim MK

Hal ini disampaikan mantan hakim konstitusi dua periode, I Dewa Gede Palguna, dalam webinar bertajuk "Menakar Kepemimpinan Yudisial Baru dalam Mengembalikan Martabat dan Wibawa MK" yang dihelat Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, Rabu (22/11/2023).

Sebagaimana diketahui, isu pemulihan reputasi MK ini mencuat setelah eks Ketua MK Anwar Usman dinyatakan melanggar etika berat dan belakangan digantikan posisinya oleh hakim konstitusi Suhartoyo.

"Betapa berat sesungguhnya syarat menjadi hakim konstitusi. Di mana-mana, saya selalu mengulangi pernyataan, dari seluruh jabatan publik atau politik di negeri ini, hanya jabatan hakim konstitusi yang secara eksplisit dipersyaratkan dia harus negarawan, apa pun kemudian definisi kita terkait kenegarawanan," ujar Palguna.

"Itu menunjukkan syarat menjadi hakim konstitusi tidak cukup hanya menggunakan preferensi politik, tidak cukup bahkan hanya integritas jujur tidak tercela, tapi ia harus negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan," katanya lagi.

Namun, Palguna menyayangkan karena selama ini pembentuk undang-undang tidak pernah mendetailkan apa yang dimaksud "negarawan" itu, kendati sudah tiga kali merevisi Undang-Undang (UU) tentang MK.

Padahal, ia mengatakan, itu merupakan saringan pertama yang memungkinkan publik mendapatkan hakim-hakim bagus yang kemudian bisa diharapkan akan melahirkan putusan-putusan yang bagus.

Akibatnya, menurut Palguna, tiga lembaga berwenang mengusulkan hakim MK, yaitu Mahkamah Agung, Presiden, dan DPR, tak punya parameter baku untuk mengukur sejauh mana kenegarawanan sosok yang mereka usulkan jadi hakim konstitusi.

"Itu mesti di-breakdown, tapi tidak pernah dilakukan. Dalam jangka panjang, itu lah yang harus dilakukan," ujarnya.

Ada sedikitnya dua hal yang disoroti Palguna dari kenegarawanan hakim konstitusi. Ia mengibaratkannya sebagai saku kiri dan kanan pada pakaian hakim MK.

"Di saku kanan adalah hukum acara dan di saku kiri adalah kode etik dan pedoman perilaku," kata Palguna.

"Yang keduanya, pada saat yang bersama harus ditaati kala hakim memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang menjadi kewenangannya," ujarnya lagi.

Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik pada 7 November 2023.

MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

“Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusan.

Berkat Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang terbit pada 16 Oktober 2023 itu, keponakan Anwar Usman yang juga putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dapat melaju sebagai bakal cawapres dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya hampir tiga tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Prabowo-Gibran juga telah ditetapkan sebagai capres-cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kemudian, memperoleh nomor urut 2.

https://nasional.kompas.com/read/2023/11/22/16585841/pemerintah-dan-dpr-diminta-detailkan-syarat-negarawan-calon-hakim-mk

Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke