Saldi menyoroti, Mahkamah membuat norma yang berbeda dengan yang petitum gugatan perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 tersebut, Senin (16/10/2023).
"Berkenaan dengan hal tersebut, pertanyaan mendasar yang tidak boleh tidak harus dimunculkan: bisakah lompatan nalar tersebut dibenarkan dengan bersandar pada hukum acara, yang secara prinsip hakim harus terikat dan mengikatkan dirinya dengan hukum acara?" ucap Saldi menyampaikan pendapat berbedanya (dissenting opinion) dalam perkara itu.
Saldi menegaskan, hakim memang bisa sedikit bergeser dari petitum guna mengakomodasi permohonan putusan yang seadil-adilnya.
Namun, celah untuk sedikit bergeser itu hanya dapat dilakukan sepanjang masih memiliki ketersambungan dengan petitum (alasan-alasan) permohonan.
Menjadi aneh, menurut Saldi, ketika Mahkamah merumuskan norma baru terkait usia capres-cawapres, yaitu pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, baik pileg dan pilkada.
Padahal, petitum pada perkara ini bertumpu pada "berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota".
"Bahkan, secara kasat mata, permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menggunakan "pengalaman sekaligus "keberhasilan" Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan. Artinya, permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak menyandarkan alasan-alasan permohonannya pada pejabat yang dipilih (elected official)," ucap Saldi.
"Dengan adanya lompatan kesimpulan seperti termaktub dalam amar putusan a quo, tidak salah dan tidak terlalu berlebihan munculnya pertanyaan lanjutan: haruskah Mahkamah bergerak sejauh itu?" ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Gibran Rakabuming Raka kini dapat mendaftarkan diri sebagai capres/cawapres pada Pilpres 2024, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat alternatif usia minimum capres-cawapres dalam sidang pembacaan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Senin (16/10/2023).
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusannya.
Dengan ini, maka syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres, yang selama ini menjadi kendala untuk mencalonkan Gibran, bukan syarat mutlak.
Kini, siapa pun orang yang belum 40 tahun, selama pernah/sedang menjadi kepala daerah atau anggota legislatif, ia bisa maju sebagai capres-cawapres.
Di sisi lain, MK juga menegaskan bahwa aturan baru yang mereka bikin ini dapat berlaku untuk Pilpres 2024, ketika Gibran masih berusia 36 tahun.
Total, 4 hakim konstitusi tidak sejalan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menambahkan syarat capres-cawapres ini. Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion (alasan berbeda), namun pada putusan yang tetap sama, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Selama sidang pembacaan putusan, pertimbangan MK hanya dibacakan oleh 2 hakim konstitusi, yaitu Manahan Sitompul dan Guntur Hamzah. Ketua MK Anwar Usman hanya mengetuk palu, menyatakan bahwa gugatan pemohon dikabulkan sebagian.
Dalam permohonannya, Almas mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.
Ia menyinggung sejumlah capaian di Pemkot Solo yang ditorehkan kepemimpinan Gibran, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi dua kota besar yaitu Yogyakarta dan Semarang serta .peningkatan sektor industri pariwisata.
"Gibran Rakabuming yang masih berusia 35 tahun sudah bisa membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara," ucap Almas dalam permohonannya.
Almas menganggap, ketentuan syarat usia minimum capres-cawapres saat ini diskriminatif. Ia juga menilai MK tidak bisa berlindung di balik prinsip bahwa ketentuan ini merupakan ranah open legal policy pembentuk undang-undang.
Ia mengutip Putusan MK Nomor 7/PUU-XI/2013, ketika MK memberi tambahan pandangan bahwa isu ini bisa menjadi perkara konstitusionalitas jika menimbulkan problematika kelembagaan, (tidak dapat dilaksanakan dan menyebabkan kebuntuan hukum (dead lock), menghambat pelaksanaan kinerja lembaga negara tersebut, dan/atau menimbulkan kerugian konstitusionalitas warga negara.
"Pemohon tidak bisa membayangkan terjadinya jika sosok yang dikagumi para generasi muda tersebut tidak bisa mendaftarkan pencalonan presiden sedari awal, hal tersebut sangat inkonstitusional karena sosok Walikota Surakarta tersebut mempunyai potensi yang besar dan bisa dengan pesat memajukan Kota Solo secara pertumbuhan ekonomi," ujar Almas.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/16/18330381/hakim-konstitusi-saldi-isra-mk-terlalu-jauh-buat-putusan-yang-bikin-gibran