Salin Artikel

Nota Keberatan Rafael, Penetapan Tersangka oleh KPK Dinilai Bertentangan dengan Hukum

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih menilai penetapan tersangka kliennya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertentangan dengan hukum.

Hal itu sampaikan saat sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi kasus gratifikasi Rafael sebesar Rp 16,6 miliar yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2023).

"Apabila benar penetapan tersangka terhadap pemohon dilaksanakan bersamaan dengan dimulainya proses penyidikan sebagaimana tertera dalam Sprindik No 40/2023 dan Sprindik No 29/2023, maka hal tersebut merukan hal yang bertentangan dengan hukum," katanya.

Seharusnya, kata Junaedi, penetapan tersangka didasarkan pada alat bukti yang ditemukan pada saat penyidikan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dia juga menilai, bukti yang ditemukan dari proses penyelidikan tidak bisa dijadikan dasar atau acuan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Karena bukti-bukti dalam tahap penyelidikan hanya memiliki nilai untuk menemukan ada atau tidaknya suatu tindak pidana dan menentukan dapat atau tidaknya diteruskan ke tahap berikutnya yaitu penyidikan," tuturnya.

Selain itu, kuasa hukum Rafael juga menyebut hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali ada dua alat bukti yang sah dan memberikan keyakinan pada hakim bahwa benar terjadi kejahatan.

Junaedi juga menyebut, penyidik tak semestinya menetapkan tersangka kepada Rafael kecuali ada alat bukti yang sah yang diperoleh.

"Maka bagaimana mungkin penyidik KPK memiliki dua alat bukti yang sah ketika dimulainya penyidikan bersamaan dengan ditetapkannya tersangka?" imbuh Junaedi.

Dalam sidang sebelumnya, JPU mendakwa Rafael menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar. Uang belasan miliar itu diterima Rafael lewat PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat di DJP, Rafael Alun bersama istrinya mendirikan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.

Keduanya, mendirikan PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME) pada tahun 2022 dengan menempatkan Ernie Mieker yang merupakan istri sebagai Komisaris Utama. Perusahaan ini menjalankan usaha-usaha di bidang jasa kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak.

Namun, dalam operasionalnya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut seorang konsultan pajak bernama Ujeng Arsatoko.

Konsultan Pajak direkrut untuk bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak.

Kemudian, Rafael juga mendirikan PT Cubes Consulting pada tahun 2008 dengan menempatkan adik dari istrinya bernama Gangsar Sulaksono sebagai pemegang saham dan Komisaris.

Rafael juga mendirikan PT Bukit Hijau pada tahun 2012 2012 dengan menempatkan istrinya sebagai komisaris dimana salah satu bidang usahanya menjalankan usaha dibidang pembangunan dan konstruksi.

Atas perbuatannya, Rafael Alun dijerat dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2023/09/06/14315121/nota-keberatan-rafael-penetapan-tersangka-oleh-kpk-dinilai-bertentangan

Terkini Lainnya

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Nasional
Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi 'Online'

Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi "Online"

Nasional
KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

Nasional
Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Nasional
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Nasional
Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Nasional
Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Nasional
Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Nasional
PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

Nasional
Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Nasional
Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Nasional
Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Nasional
KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke