Salin Artikel

Kasus Kabasarnas Diadili secara Militer, Pakar Khawatir Vonisnya Dipengaruhi Pangkat

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, kemarin. Proses pengadilan terhadap keduanya dilakukan di pengadilan militer, usai kisruh penanganannya dengan KPK sebelumnya.

Bivitri menyinggung pengadilan militer memiliki mekanisme yang berbeda dengan pengadilan sipil, sekalipun kasus suap yang menjerat Henri dan Afri merupakan tindak pidana dalam jabatan sipil.

"Jangan lupa, karena pengadilan militer, dia akan menggunakan sistem yang akan melihat pangkat, mana yang jenderal, mana yang kolonel, mana yang segala macam," ucap Bivitri memberi contoh, Selasa (1/8/2023).

"Jadi, pemberian vonisnya bisa diduga akan sangat dipengaruhi oleh pangkat-pangkat kemiliteran mereka," lanjutnya.

Bivitri menyampaikan, dalam sistem pengadilan militer, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya merupakan prajurit aktif, mulai dari penyidik, penuntut (oditur militer), sampai hakimnya.

"Itu semua dipegang militer dengan pangkat-pangkat tertentu," kata dia.

"Banyak sekali masalah di pengadilan militer karena mereka memang mekanismenya berbeda dengan pengadilan sipil," ucap Bivitri.

Pengadilan militer kerap bermasalah

 

 

Sebelumnya, pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu menyinggung beberapa kasus dalam peradilan militer yang penyelesaiannya tak memuaskan.

Pada kasus korupsi di lingkungan Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksma Bambang Udoyo selaku prajurit yang terlibat korupsi hanya divonis 4,5 tahun penjara.

Pada kasus pengadaan helikopter AW-101, pengusutan atas keterlibatan para prajurit aktif malah dihentikan Puspom TNI karena diklaim tak cukup alat bukti, sehingga tersangka dari unsur tentara tak diproses ke meja hijau.

Satu proses hukum yang cukup layak diapresiasi adalah vonis penjara seumur hidup atas Brigadir Jenderal Teddy Hernayedi yang dijatuhi Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada 30 November 2016.

Majelis hakim menyatakan Teddy terbukti bersalah pada perkara korupsi pengadaan alutsista sebesar US$12,4 juta saat menjabat Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014.

Bivitri menyampaikan bahwa dilimpahkannya kasus prajurit aktif yang melakukan tindak pidana sipil ke pengadilan militer tak dapat dilepaskan dari warisan zaman Soeharto, ketika tentara secara eksklusif merasa sebagai "warga negara kelas satu".

"Itu diterbitkan 1997. Dari tahunnya kita bisa membaca, tahun segitu undang-undang Itu dilahirkan untuk melindungi jenderal-jenderal (yang diduga terlibat tindak pidana)," kata dia.

"Di luar negeri enggak ada (peradilan militer) sebagai peradilan. Ada military tribunal, tapi itu hanya untuk pelanggaran disiplin militer. Kalau yang dilanggar pidana sipil, ya semua orang kan sama di hadapan hukum, harusnya tidak boleh ada pembedaan," ucap Bivitri. 

Sebelumnya, Henri dan Afri sudah menyandang status tersangka dari KPK setelah lembaga antirasuah itu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023).

Namun, Puspom TNI merasa, Henri dan Afri yang berstatus prajurit aktif mestinya diproses hukum oleh mereka, bukan oleh KPK, kendati jabatan Basarnas adalah jabatan sipil. Ironis, KPK malah minta maaf dan akhirnya menyerahkan kasus ini ke Puspom TNI.

Pasal 65 ayat (2) UU TNI juga menegaskan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer "dalam hal pelanggaran hukum pidana militer" dan harus dibawa ke peradilan umum jika melakukan tindak pidana umum.

Apalagi, Pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa lembaga antirasuah itu adalah pihak yang "berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".

Namun, Puspom TNI bersikeras bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, proses hukum atas prajurit aktif merupakan ranah mereka, terlepas dari tindak pidananya.

Secara regulasi, peradilan sipil dimungkinkan

Bivitri menegaskan, dalam hukum, terdapat adagium bahwa peraturan yang baru harus lebih diutamakan ketimbang yang lama.

Dalam hal ini, maka atas pengusutan kasus korupsi unsur militer, UU Peradilan Militer dapat dikesampingkan dibandingkan UU TNI dan UU KPK yang terbit lebih anyar.

Sikap Puspom TNI mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur bahwa pihak yang berwenang mengusut kasus hukum prajurit aktif hanyalah oditur militer, walaupun tindak pidana itu dilakukan di ranah sipil.

Padahal, Pasal 47 ayat (3) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) mengatur, prajurit aktif yang duduk di beberapa lembaga sipil yang diperbolehkan, termasuk Basarnas, harus tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan itu.

Pasal 65 ayat (2) UU TNI juga menegaskan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer "dalam hal pelanggaran hukum pidana militer" dan harus dibawa ke peradilan umum jika melakukan tindak pidana umum.

Pun, Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa lembaga antirasuah itu adalah pihak yang "berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menegaskan, di dalam dunia hukum, terdapat adagium bahwa peraturan yang baru harus lebih diutamakan ketimbang yang lama.

Dalam hal ini, maka atas pengusutan kasus korupsi yang dilakukan prajurit, UU Peradilan Militer dapat dikesampingkan dibandingkan UU TNI dan UU KPK yang terbit lebih anyar.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/01/14071541/kasus-kabasarnas-diadili-secara-militer-pakar-khawatir-vonisnya-dipengaruhi

Terkini Lainnya

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Nasional
Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi 'Online'

Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi "Online"

Nasional
KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

Nasional
Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Nasional
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Nasional
Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Nasional
Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Nasional
Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Nasional
PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

Nasional
Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Nasional
Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Nasional
Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Nasional
KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke