Salin Artikel

Dugaan Suap di Basarnas, Pembahasan RUU Perampasan Aset Makin Mendesak

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan suap dalam proyek pengadaan melalui sistem digital di Basarnas dinilai memperlihatkan urgensi pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana.

Meski pemerintah memberlakukan sistem pengadaan barang dan jasa secara digital dengan tujuan mencegah korupsi, tetapi di dalam kasus itu ternyata bisa diakali dengan persekongkolan antara pejabat dan para perusahaan peserta.

"Ini membuktikan pentingnya Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset agar negara punya kekuatan penuh merampas aset para prlaku kejahatan yang tidak hanya korupsi tetapi juga kejahatan lainnya," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi pada Jumat (28/7/2023).

Fickar juga tidak sependapat dengan pernyataan pemerintah yang menganggap operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlebihan.

Sebab menurut dia, OTT juga bagian penting dari pemberantasan korupsi melalui jalan penindakan hukum dan tidak hanya menitikberatkan kepada pencegahan.

"Pemberantasan korupsi itu tidak akan pernah berhasil jika hanya mengandalkan pencegahan. Justru penindakan itu berefek atau menjadi faktor pencegahan, pejabat menjadi tidak berani korupsi," ujar Fickar.

Fickar jutru menilai argumen yang menganggap pemberantasan korupsi dengan mengedepankan pencegahan malah tidak relevan dan ketinggalan zaman.

"Ada penindakan saja tidak jera apalagi tidak ada, pasti pesta pora," ucap Fickar.

Dalam kasus itu, KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Keduanya diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan.

KPK juga menetapkan tiga pihak swasta sebagai tersangka. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Suap diberikan sebagai bentuk komisi atau fee karena Henri dan Afri telah mengkondisikan agar perusahaan mereka menjadi pemenang pengadaan sejumlah barang di Basarnas.

Akan tetapi, Puspom TNI mengkritik langkah KPK menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka. Sebab keduanya saat ini masih aktif sebagai anggota TNI.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak bahkan menyampaikan mereka khilaf dengan mengumumkan Henri dan Alfi sebagai tersangka dalam kasus itu.

Pernyataan ini disampaikan Tanak usai menggelar audiensi dengan sejumlah petinggi militer termasuk Komandan Pusom (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko.

"Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).

https://nasional.kompas.com/read/2023/07/28/20154711/dugaan-suap-di-basarnas-pembahasan-ruu-perampasan-aset-makin-mendesak

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke