Hal itu disampaikan Mahfud usai acara "Senandung Pemilu Damai" di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023) petang.
"Tentang buzzer itu kan sulit diidentifikasi ya. Kadang kala setiap orang menjadi buzzer untuk siapa pun. Kadangkala si A menjadi buzzer untuk nyerang si B, besoknya sudah nyerang si C, dan itu silang. Jadi itu kalau itu semuanya dilarang, itu bisa ribuan, setiap hari orang disebut buzzer," kata Mahfud kepada awak media.
Lebih lanjut, Mahfud mengakui sulit mengidentifikasi orang di balik para buzzer tersebut.
“Itu selalu katanya-katanya, ketika ditanya siapa yang bayar, siapa yang mengorganisir, tidak ada yang bisa membuktikan juga,” tutur Menko Polhukam.
Oleh karena itu, Mahfud meminta kesadaran secara kolektif agar tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial.
"Mari kita bangun kesadaran bersama ini, dan sebaiknya kita-kita ini, saudara, media, membangun kesadaran masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap berita-berita, terutama kalau akun-akun yang tidak jelas. Yang tidak jelas itu tiba-tiba muncul ini, muncul itu yang tidak jelas," kata Mahfud.
Dalam acara itu, Mahfud mengatakan bahwa gelaran pemilihan umum (pemilu) merupakan wujud bahwa Indonesia negara demokrasi. Menurut dia, harus ada perputaran pemimpin di suatu negara.
“Karena ini adalah negara demokrasi, maka pimpinan itu harus selalu berputar, bersirkulasi, dan itu tidak boleh diwariskan. Tidak boleh berdasar keturunan, melainkan berdasar pemilihan,” kata dia.
Mahfud terus menggaungkan agar Pemilu 2024 bisa berjalan damai, lancar, dan berintegritas.
Ia pun meminta agar masyarakat menerima siapa pun yang menang dalam Pemilu atau Pilpres 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/19/05150091/sulit-tindak-buzzer-mahfud-saat-ditanya-siapa-yang-organisir-tak-ada-bukti