Adapun, Majalis Koneksitas ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri (PN) dan Hakim Peradilan Militer. Hal ini terjadi lantaran ada satu terdakwa yang merupakan mantan anggota TNI.
Thomas dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI, Laksamana Muda TNI (Purn) Agus Purwoto; Komisaris Utama DNK Arifin Wiguna; dan Direktur Utama PT DNK, Surya Cipta Witoelar.
Keempatnya merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa dengan satelit Artemis Avanti di Kemenhan RI tahun 2015.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Thomas Anthony Van Der Heyden telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut koneksitas," kata Ketua Majelis Hakim Koneksitas Fahzal Henri dalam sidang di ruang Prof M Hatta Ali, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (17/7/2023).
“Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa Thomas Anthony Van Der Heyden dengan pidana penjara selama 12 tahun,” lanjut Hakim Fahzal.
Selain pidana badan, WN AS itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara. Ia juga turut turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 100 miliar.
“Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam satu bulan sesudah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelah untuk menutupi uang pengganti,” kata Hakim Fahzal.
“Kemudian dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun,” imbuh dia.
Dalam perkara ini, Laksda TNI Purnawirawan Agus Purwoto, Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar juga divonis 12 tahun penjara. Ketiganya dijatuhidijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.
Selain itu, eks Dirjen Kemenhan turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 153 miliar. Sementara Arifin dan Surya Cipta dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 100 miliar.
Adapun kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.
Para terdakwa dinilai telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam perkara ini, Agus Purwoto diminta oleh Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa satelit floater antara Satelit Artemis antara Kemenhan dengan Avanti Communication Limited. Padahal, menyewat satelit floater yaitu Satelit Artemis tidak diperlukan.
Agus Purwoto saat itu tidak berkedudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut. Sehingga tindakannya tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak.
Eks Dirjen Kuathan itu juga tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari Pengguna Anggaran (PA) dalam penandatanganan kontrak tersebut.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim koneksitas juga memaparkan bahwa anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Kemenhan tentang pengadaan satelit tersebut juga belum tersedia.
Kemudian, pengadaan satelit ini juga belum dibuat Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa dan belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR) serta belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Selain itu, tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit di Slot Orbit 123° BT.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/17/18202731/wna-as-divonis-12-tahun-penjara-di-kasus-korupsi-satelit-kemenhan