Salin Artikel

Putusan MK Tentang Sistem Pemilu: Terbuka atau Tertutup?

Perkara yang diregister dengan No. 114/PUU-XX/2022 ini tengah ditunggu publik dan akan segera diputuskan pada Kamis, 15 Juni 2023.

Partai-partai politik di Senayan terbelah sikapnya. PDI Perjuangan mendukung dikembalikannya sistem proporsional tertutup. Sikap ini diikuti oleh Partai bulan Bintang (PBB) yang diketuai Guru Besar Hukum Tata Negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahandera.

Sementara delapan partai politik menolak, yaitu Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat (Demokrat), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN).

Belakangan, bahkan “mengancam” akan mengubah Undang-Undang terkait Mahkamah Konstitusi (MK) jika hakim MK memutuskan mengubah sistem Pemilu yang sekarang berlaku.

Menunggu MK memutuskan sistem pemilu, sebanyak 25 akademisi juga tidak mau ketinggalan. Mereka mengajukan sahabat pengadilan (amicus curiae) ke MK.

Dalam amicus curiae-nya, mengutip hasil survei Indikator Politik Indonesia dan Saiful Mujani Research & Consulting pada Mei 2023, menyebutkan jika lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia menyatakan setuju dengan sistem proporsional terbuka.

Adu argumentasi

Partai politik yang prosistem proporsional terbuka berargumentasi sistem ini menyediakan ruang bagi rakyat untuk menentukan calon legislatif yang terpilih, yang sebelumnya telah dicalonkan oleh partai politik. Sistem ini dinilai sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Sedangkan bagi partai politik yang setuju sistem proporsional tertutup berdalih sistem proporsional terbuka berdampak negatif adanya pembajakan oleh calon pragmatis yang karena popularitas dan kemampuan finansial berhasil terpilih dalam pemilu.

Sistem ini berakibat merugikan partai karena pudarnya ikatan ideologis antara calon terpilih dengan partai politik yang telah mencalonkannya.

Partai-partai politik yang hendak mempertahankan sistem proporsional terbuka juga membawa alasan penguat adanya Putusan MK.

Menurut mereka, sistem proporsional terbuka sesuai dengan Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 bertanggal 23 Desember 2008.

Pertanyaannya, apakah benar Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 menyatakan sistem proporsional terbuka sebagai sistem pemilu yang sesuai untuk diterapkan dalam pemilu kita?

Apakah sebaliknya, sistem proporsional tertutup dinilai MK sebagai sistem pemilu yang tidak sesuai untuk digunakan?

Bagaimana sebenarnya isi atau makna dari Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tersebut?

Makna Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008

Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 merupakan putusan atas perkara pengujian UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

UU No. 10 Tahun 2008 diubah dengan UU No. 17 Tahun 2009. Kemudian, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Selanjutnya, UU No. 8 Tahun 2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan UU No. 7 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2022.

Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 menyatakan Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kalau membaca putusan a quo, Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya, pertama, memberikan penekanan agar ada keseimbangan antara peran partai politik di satu sisi dan penghargaan pada prinsip kedaulatan rakyat di sisi lain dalam hal penentuan pimpinan politik in casu anggota legislatif.

Prinsip kedaulatan rakyat, menurut MK, menjadi sangat penting karena, kecuali merupakan norma dasar juga sebagai moralitas konstitusi.

Baik peran partai politik maupun prinsip kedaulatan rakyat harus menjunjung tinggi hak asasi manusia yang membentuk dan menjadi dasar harkat dan martabat manusia (the dignity of man) (halamann 102).

Kedua, Mahkamah secara tersirat menyatakan pentingnya peran partai politik dalam proses rekrutmen pimpinan politik.

Mahkamah menghendaki peran partai politik agar mampu memilih calon-calon legislatif yang cakap untuk kepentingan rakyat.

Karena rakyat tidak mungkin secara keseluruhan mengartikulasikan syarat-syarat calon pemimpin yang dikehendakinya tanpa melalui partai politik (halaman 103).

Ketiga, Mahkamah memberikan tafsir ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 dalam kaitan pemilu, mengandung makna rakyat sebagai subyek utama dalam prinsip kedaulatan rakyat.

Rakyat tidak hanya ditempatkan sebagai obyek dalam pemenangan pemilu oleh partai politik sebagai peserta pemilu (halaman 103-104).

Kelebihan sistem proporsional terbuka

Memang tidak dapat disangkal bahwa Mahkamah memberikan catatan positif terhadap sistem proporsional terbuka dalam Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008.

Pertama, Mahkamah berpendapat sistem proporsional terbuka memberi ruang rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih.

Sistem ini dinilai Mahkamah lebih sederhana dan memudahkan rakyat menentukan siapa yang berhak terpilih melalui dukungan suara paling banyak (halaman 104).

Kedua, Mahkamah menyatakan sistem ini lebih adil, baik bagi calon legislatif dan masyarakat, anggota maupun bukan anggota partai politik oleh karena kemenangan seseorang calon terpilih tidak lagi bergantung kepada partai politik peserta Pemilu (halaman 104).

Terkait dengan sistem proporsional setengah terbuka sebagaimana dalam Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU No. 10 Tahun 2008, Mahkamah menilai sebagai inkonstitusional.

Ketentuan tersebut mengatur bahwa calon terpilih adalah calon yang mendapat di atas 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP, atau menempati nomor urut lebih kecil, jika tidak ada yang memperoleh 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP, atau yang menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta.

Ketentuan di atas adalah inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat dan prinsip keadilan (halaman 104).

Melanggar kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif.

Melanggar prinsip keadilan jika ada dua orang calon yang mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem terpaksa calon yang mendapat suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil, karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil (halaman 105).

Menurut Mahkamah, setiap pemilihan tidak boleh menggunakan standar ganda, yaitu menggunakan nomor urut dan perolehan suara masing-masing Caleg (halaman 105).

Sedangkan, ketentuan Pasal 214 UU No. 10 Tahun 2008 mengandung standar ganda karena memberlakukan hukum yang berbeda terhadap keadaan yang sama sehingga dinilai tidak adil (halaman 106).

Sistem proporsional terbuka atau tertutup?

Dalam hemat penulis, Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 memiliki makna penting dalam kaitan menjawab perdebatan sistem pemilu, apakah menggunakan sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup.

Sebagaimana telah dikemukakan, Mahkamah memang telah memberikan sikap positif terhadap sistem proporsional terbuka.

Pertanyaannya, apakah dengan demikian, Mahkamah menolak sistem proporsional tertutup?

Sejauh penelaahan penulis atas Putusan MK tersebut tidak ada penilaian Mahkamah yang menyatakan demikian.

Bahwa Mahkamah mengapresiasi secara positif adanya sistem proporsional terbuka memang benar. Namun tidak ada pernyataan yang menilai sistem proporsional tertutup sebagai sistem pemilu yang tidak baik.

Dari pernyataan tersirat Mahkamah, hemat penulis, Mahkamah membuka ruang diberlakukannya sistem proporsional terbuka maupun tertutup.

Ini terlihat dari penekanan Mahkamah bahwa dalam pemberlakuan sistem pemilu harus ada ruang yang sama atau berdampingan antara peran partai politik dan prinsip kedaulatan rakyat.

Mahkamah secara terang menyatakan:
“... Meskipun harus diakui perlunya dipelihara satu sistem rekrutmen pimpinan politik yang terutama diperankan oleh partai politik yang sehat, maka sebagai satu metode dan prosedur rekrutmen dalam sistem politik dan perwakilan yang dianut, harus diberi batas yang jelas bahwa partai politik tersebut tidak boleh sampai melanggar prinsip kedaulatan rakyat,... “ (Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 bertanggal 23 Desember 2008 halaman 102).

Yang ditolak Mahkamah bukan sistem proporsional tertutup. Namun sistem pemilu yang terdapat standar ganda.

Di satu sisi, penentuan didasarkan pada perolehan suara masing-masing calon anggota legislatif. Di sisi lain, digunakan penentuan calon terpilih berdasarkan nomor urut oleh partai politik.

Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 214 UU No. 10 Tahun 2008 inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 karena adanya standar ganda.

Standard ganda terdapat pada adanya pemberlakuan threshold 30 persen (tiga puluh per seratus) suara dari BPP sebagai syarat keterpilihan calon anggota legislatif.

Seorang calon anggota legislatif terpilih ditentukan jika melampaui perolehan suara 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP.

Ketentuan ini menghendaki diberlakukannya penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, tapi dipasang batas angka keterpilihan (threshold) di atas 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP. Ini terdapat standar ganda.

Standar ganda berikutnya terdapat ketentuan yang mengatur keterpilihan calon anggota legislatif berdasarkan nomor urut yang telah ditentukan oleh partai politik, meskipun perolehan suara calon lebih banyak: pertama, jika tidak ada yang memperoleh 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP, atau kedua, jika yang memperoleh 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta.

Mahkamah menilai ketentuan Pasal 214 UU No. 10 Tahun 2008 sebagai ketentuan yang berstandar ganda karena memberlakukan hukum yang berbeda terhadap keadaan yang sama.

Penulis perpandangan, jika merujuk pada pendapat Mahkamah di atas, sejatinya pemberlakuan sistem pemilu apakah akan menerapkan sistem proporsional terbuka atau sebaliknya menggunakan sistem proporsional tertutup, telah diberi ruang pilihan oleh MK.

Mahkamah, dalam hemat penulis, meskipun tidak secara expressive verbis, menilai pilihan sistem tersebut sebagai kebijakan hukum yang terbuka (open legal policy).

Hanya saja, Mahkamah memberikan batas-batas pada pilihan sistem hukum itu, pertama, tidak boleh ada standar ganda.

Kedua, peran partai politik dalam menentukan calon anggota legislatif harus diarahkan pada terpilihnya calon-calon yang cakap untuk kepentingan rakyat.

Penegasan itu secara tersirat disampaikan oleh Mahkamah dalam Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 halaman 103, yang menyatakan:

“Peran partai dalam proses rekrutmen telah selesai dengan dipilihnya calon-calon yang cakap untuk kepentingan rakyat, karena rakyat tidak mungkin secara keseluruhan mengartikulasikan syarat-syarat calon pemimpin yang dipandang sesuai dengan keinginan rakyat kecuali melalui organisasi politik yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan politik dari kelompok-kelompok dalam masyarakat.”

Pilihan sistem proporsional terbuka diapresiasi oleh Mahkamah, karena lebih sederhana dan mudah untuk menjaring munculnya calon terpilih yang sesuai dengan kehendak rakyat.

Namun jika pun misalnya, pilihan sistem proporsional tertutup yang akan diambil, maka partai politik dituntut mampu memunculkan calon-calon anggota legislatif yang akan dipilih adalah benar-benar calon yang “cakap untuk kepentingan rakyat” sebagaimana diamanatkan Mahkamah.

Dari membaca dan mempelajari Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008, menurut penulis, secara prinsip Mahkamah telah memberikan penegasan terkait pilihan sistem pemilu masuk domain kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dari pembentuk undang-undang.

Jika Mahkamah konsisten dengan putusannya ini, kiranya dapat diterka putusan perkara No. 114/PUU-XX/2022 akan diputuskan Mahkamah bukan merupakan kewenangannya oleh karena merupakan pilihan hukum terbuka dari DPR bersama presiden sebagai pembentuk UU.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/14/06595591/putusan-mk-tentang-sistem-pemilu-terbuka-atau-tertutup

Terkini Lainnya

Airlangga Bertemu Khofifah Malam Ini, Bahas soal Emil Dardak di Pilkada Jatim

Airlangga Bertemu Khofifah Malam Ini, Bahas soal Emil Dardak di Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Sebut Punya Gaya Kepemimpinan Sendiri, PDI-P: Kita Berharap Lebih Baik

Prabowo Sebut Punya Gaya Kepemimpinan Sendiri, PDI-P: Kita Berharap Lebih Baik

Nasional
RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, PDI-P: Akibat Ketakutan yang Berlebihan

RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, PDI-P: Akibat Ketakutan yang Berlebihan

Nasional
Prabowo Ingin Jadi Diri Sendiri Saat Memerintah, PDI-P: Kita Akan Melihat Nanti

Prabowo Ingin Jadi Diri Sendiri Saat Memerintah, PDI-P: Kita Akan Melihat Nanti

Nasional
Sepanjang 2023, Pertamina Hulu Rokan Jadi Penghasil Migas Nomor 1 Indonesia

Sepanjang 2023, Pertamina Hulu Rokan Jadi Penghasil Migas Nomor 1 Indonesia

Nasional
Djarot dan Risma Dinilai Lebih Berpotensi Diusung PDI-P pada Pilkada DKI 2024 ketimbang Ahok

Djarot dan Risma Dinilai Lebih Berpotensi Diusung PDI-P pada Pilkada DKI 2024 ketimbang Ahok

Nasional
Polri Pastikan Kasus Pembunuhan 'Vina Cirebon' Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Polri Pastikan Kasus Pembunuhan "Vina Cirebon" Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Nasional
KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

Nasional
KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Nasional
Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke