JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menilai, Putri Candrawathi sejak awal mengetahui rencana pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hakim berpandangan, pengakuan Ferdy Sambo soal istrinya tak tahu menahu ihwal rencana pembunuhan terhadap Yosua tidak benar.
Ini disampaikan Ketua Majelis Hakim, Wahyu Imam Santoso, saat membacakan pertimbangan putusan vonis terhadap Ferdy Sambo dalam sidang di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
"Majelis hakim berkeyakinan bahwa Putri Candrawathi mengetahui bahwa rencana pembunuhan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat akan dilakukan di rumah Jalan Duren Tiga Nomor 46," kata Hakim Wahyu.
Menurut hakim, langkah Putri Candrawathi bertolak dari rumah pribadi di Jalan Saguling menuju rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga Jakarta Selatan merupakan bagian dari skenario pembunuhan Yosua.
Sebab, Putri mengajak Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf untuk mendampinginya ke rumah tersebut. Tak lama, Ferdy Sambo datang ke rumah itu dan terjadilah penembakan terhadap Yosua yang menyebabkan tewasnya korban.
Putri sebelumnya berdalih bahwa ia bertandang ke rumah dinas suaminya tersebut untuk isolasi mandiri guna menghindari penularan Covid-19. Sebab, saat itu Putri dan rombongan baru tiba di Jakarta usai menempuh perjalanan dari Magelang, Jawa Tengah.
Namun, menurut hakim, ada kejanggalan dari pengakuan Putri lantaran hanya Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf yang diajak isolasi mandiri.
Jika memang keperluannya untuk isolasi mandiri, kata hakim, asisten rumah tangga (ART) Putri, Susi, seharusnya juga ikut serta. Sebab, Susi turut mendampingi Putri menempuh perjalanan dari Magelang menuju Jakarta.
"Jika benar Putri Candrawathi akan melakukan isolasi mandiri karena protokol kesehatan dan adanya anak balita di dalam rumah, menjadi pertanyaan kenapa saksi Susi tidak diajak sekalian bersama, padahal diketahui Susi juga ikut berangkat dari Magelang menuju Jakarta," ujar hakim.
Setelah peristiwa penembakan di rumah dinas Duren Tiga pun, Putri langsung kembali ke rumah pribadinya di Jalan Saguling.
Padahal, jika memang dirinya berniat isolasi mandiri guna menghindari penularan virus corona, istri Ferdy Sambo itu bisa tetap berada di rumah Duren Tiga atau rumah pribadinya yang lain di Jalan Bangka.
"Isolasi mandiri tersebut hanya merupakan bagian dari skenario terdakwa sehingga terhadap bantahan terdakwa tersebut haruslah disampingkan," kata hakim.
Dalam perkara yang sama, Richard Eliezer dituntut hukuman pidana penjara 12 tahun. Lalu, sama dengan Putri, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dituntut pidana penjara 8 tahun.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/13/13405841/hakim-yakin-putri-candrawathi-sejak-awal-tahu-rencana-pembunuhan-brigadir-j