Salin Artikel

Richard Eliezer Tak Bisa Jadi "Justice Collaborator", Kejagung Dinilai Merasa Paling Benar

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah mengatur justice collaborator.

Karena itu, ia mengingatkan supaya Kejagung menjalankan aturan yang ada.

"Jadi peraturan perundang-undangan sudah mengatur (justice collaborator), ya berarti harus diikuti. Ini yang saya bilang ego sektoral, merasa benar sendiri. Padahal dalam menegakkan hukum itu semua aturan harus dihormati," tegas Abdul kepada Kompas.com, Kamis (19/1/2023) malam.

Abdul juga menjelaskan bahwa dalam penegakkan hukum tak mengenal istilah atasan dan bawahan.

Menurutnya, posisi atasan dalam penegakkan hukum adalah hukum itu sendiri.

Hal ini juga yang berlaku pada kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Di samping itu, Abdul juga menyebut Kejagung menggunakan kacamata kuda dalam menuntut Richard Eliezer.

Menurutnya, dalam tuntutannya, Kejagung sudah seharusnya mempertimbangkan status justice collaborator yang melekat pada diri Richard Eliezer.

"Ya Kejaksaan Agung memakai kacamata kuda, seharusnya mempertimbangkan status JC karena juga didasarkan pada peraturan perundang-undangan juga. Ini contoh nyata ego sektoral," tegas Abdul.

Sebagaimana diketahui, tuntutan 12 tahun penjara kepada Richard Eliezer, terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, mengundang perdebatan.

Pasalnya, Richard Eliezer sebagai justice collaborator justru dituntut lebih tinggi dibanding terdakwa lain seperti Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Maruf yang sama-sama dituntut 8 tahun penjara.

Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) yang turut mengikuti sidang sangat menyesalkan atas tuntutan terhadap Richard Eliezer yang notabene seorang justice collaborator.

"Kami intinya menyesalkan, menyayangkan sekali tuntutan JPU terhadap Richard Eliezer 12 tahun. Itu di luar harapan kami," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas, Rabu.

Kejagung langsung merespons pernyataan LPSK. Kejagung menegaskan bahwa Richard Eliezer tidak bisa menjadi justice collaborator karena statusnya sebagai pelaku utama pembunuhan berencana.

"Untuk pelaku, tidak bisa JC (justice collaborator) pelaku utama. Ini saya luruskan ini. Di undang-undang tidak bisa," kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis.

Ketut menjelaskan, bidang tindak pidana tertentu yang diatur terkait justice collaborator mencakup, tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisasi.

"Beliau (Richard Eliezer) adalah sebagai pelaku utama sehingga tidak dapat dipertimbangkan juga sebagai yang harus mendapatkan JC. Itu juga sudah sesuai dengan Nomor 4 Tahun 2011 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban," ucap Ketut.

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi meminta Kejagung membaca kembali UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Ia lantas secara spesifik menyebut pasal-pasal yang menjadi kriteria seorang justice collaborator.

"Baca saja Pasal 28 ayat 2 huruf a. Lalu, lihat (juga) pasal 5 ayat 2 dan penjelasannya," ujar Edwin melalui pesan singkat, Kamis (19/1/2023).

Dalam Pasal 28 Ayat 2 huruf a UU Perlindungan Saksi Korban dijelaskan bahwa "Perlindungan LPSK terhadap saksi pelaku diberikan dengan syarat tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (2)".

Merujuk pada Pasal 5 Ayat 2 disebutkan hak seorang saksi atau korban yang dilindungi LPSK diberikan sesuai dengan keputusuan LPSK.

Dalam Pasal 5 Ayat 3 dijelaskan bahwa hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan kepada saksi pelaku, pelapor, dan ahli termasuk orang yang memberikan keterangan yang berhubungan dengan perkara pidana.

"Dalam penjelasan (Pasal 5 Ayat 2) disebutkan tindak pidana yang tidak definitif tapi disebutkan tindak pidana yang mengakibatkan posisi saksi dan atau korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya," kata Edwin.

Berikut bunyi Pasal 5 Ayat 2: "Yang dimaksud dengan "tindak pidana dalam kasus tertentu" antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan/atau korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya".

Dasar dari pasal-pasal tersebut yang disebut Edwin menjadikan status Richard Eliezer sebagai seorang justice collaborator bisa diterima.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/20/10495621/richard-eliezer-tak-bisa-jadi-justice-collaborator-kejagung-dinilai-merasa

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke