JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo bicara soal pemberian penghargaan dan promosi jabatan untuk para anak buahnya.
Ini diungkap Sambo saat hadir sebagai saksi sidang obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (22/12/2022).
Mulanya, Majelis Hakim bertanya soal perintah Sambo ke para anak buahnya terkait kasus kematian Brigadir Yosua.
Sambo lantas mengaku sempat memerintahkan beberapa anak buahnya di Polri saat itu untuk mengecek dan mengamankan rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya yang tidak lain merupakan TKP penembakan Yosua.
Hakim kemudian bertanya, apakah Sambo akan memberikan penghargaan ke para bawahan yang bersedia menjalankan perintahnya.
"Sepengalaman Saudara selama Saudara menjabat, ada anak buah yang menjalankan perintah Saudara sebagai pimpinan, entah perintah itu direktif terhadap kewenangan jabatan yang sedang Saudara duduki, ataupun perintah itu tidak direktif atau perintah non kedinasan misalnya, dan perintah-perintah tersebut dilaksanakan secara baik sesuai arahan, apa reward yang Saudara berikan kepada para anak buah tersebut?" tanya hakim dalam sidang.
Sambo pun mengatakan, dirinya pasti akan memberikan penghargaan, atau bahkan mengajukan promosi jabatan buat anak buah yang mematuhi instruksinya.
"Pasti saya akan berikan penghargaan ataupun promosi apabila yang bersangkutan bisa melaksanakan tugas dengan baik dan itu kita ajukan ke pimpinan," jawabnya.
Sambo mengakui, dirinya memerintahkan Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, anak buahnya di Polri saat itu, untuk mengecek dan mengamankan rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Mantan jenderal bintang dua Polri itu juga sempat menginstruksikan Chuck Putranto untuk melihat rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya.
Tak hanya itu, Sambo juga memerintahkan bawahannya yang lain, Arif Rachman Arifin, menghapus dan memusnahkan rekaman CCTV tersebut.
Dengan jabatan tingginya saat itu, Sambo yakin tak ada bawahan yang berani membangkang instruksinya, sekalipun perintah tersebut melanggar aturan.
"Setahu saya sih perintah saya tertulis atau lisan itu pasti mereka jalankan dan pasti akan takut untuk menolak perintah," ujarnya.
Namun, Sambo yakin, tak ada anak buah yang berani menolak instruksinya karena dia punya pengaruh besar.
"Kami kalau di kepolisian menolak perintah saya ya kalau berani dia lapor ke atasan saya, kalau berani. Kalau tidak berani ya, saya rasa sih nggak berani," ucapnya.
Mantan perwira tinggi Polri itu juga mengaku, selama 28 tahun berkarier di kepolisian dirinya tak pernah memberikan perintah yang salah. Baru di kasus Brigadir J ini dia menyeret banyak bawahannya ke pusaran kasus pidana.
"Mohon maaf, Yang Mulia, saya 28 tahun dinas itu, saya sekali lagi mohon maaf, saya tidak pernah memberikan perintah yang salah kepada anggota, saya 28 tahun dinas. Makanya mereka pasti akan mencoba untuk melaksanakan perintah itu," tutur Sambo.
Sebagaimana diketahui, tujuh orang menjadi terdakwa kasus perintangan penyidikan kematian Brigadir J. Ferdy Sambo salah satunya.
Lalu, enam terdakwa lain merupakan mantan anak buah Sambo di kepolisian yakni Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto.
Para terdakwa disebut merusak barang bukti kasus kematian Brigadir J dengan cara menghapus arsip rekaman CCTV dan mengganti digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar lokasi penembakan di rumah dinas Sambo.
Kasus ini juga menetapkan lima terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Kelimanya yakni Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku telah dilecehkan oleh Yosua di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan Kadiv Propam Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/23/16260551/ferdy-sambo-singgung-rencana-beri-penghargaan-dan-promosi-jabatan-buat-anak