Salin Artikel

Perjalanan Karier Brigjen Hendra Kurniawan, Masuk Tim Khusus Kasus Km 50 FPI, hingga Dipecat Polri

Mantan jenderal bintang satu itu dipecat dari instansi Kepolisian atas perbuatannya yang melanggar etik di penyidikan kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Hendra juga menjadi terdakwa kasus obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus Brigadir J.

"Keputusan KKEP yang bersangkutan di-PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat), diberhentikan dengan tidak hormat," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/10/2022) sore.

Adapun Polri juga sudah tiga kali menjadwalkan sidang KKEP untuk Hendra, tetapi batal. Sidang etik baru digelar kemarin.

Pemecatan Hendra diputuskan berdasarkan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar pada Senin kemarin sejak pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.

Sidang terhadap mantan Karo Paminal Propam Polri itu dipimpin oleh Wairwasum Polri Irjen Tornagogo Sihombing.

Menurut Dedi, keputusan sidang ditetapkan secara kolektif kolegial oleh pimpinan dan anggota majelis hakim sidang kode etik.

Selain dipecat, Hendra disanksi penempatan khusus selama 29 hari. Namun, sanksi tersebut sudah dijalaninya.

"Perbuatan yang bersangkutan adalah tercela yang kemudian sanksi yang kedua yang bersangkutan ditempatkan di tempat khusus selama 29 hari dan sudah dilaksanakan," ucap Dedi.

Profil Hendra

Hendra yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1995 itu harus merelakan kariernya sebagai wujud pertanggungjawaban atas setiap pelanggarannya.

Hendra menjabat Karo Paminal Propam Polri sejak 2020.

Namun, posisi itu harus dilepasnya setelah terlibat berkomplot dengan Ferdy Sambo untuk menutupi penyebab kematian Brigadir J.

Sebelum dipecat, ia dicopot dari posisinya dan dimutasi ke Yanma Polri tak lama setelah tim penyidik Bareskrim mengendus keterlibatannya dalam kasus kematian Brigadir J.

Pria kelahiran Bandung, 16 Maret 1974 itu sebelumnya lama bertugas di Divisi Propam Polri.

Dikutip dari Tribun Sumsel, perwira tinggi Polri itu pernah menjabat Kaden A Ro Paminal Divisi Propam Polri, lalu Analis Kebijakan Madya Bidang Paminal Divisi Porpam Polri, hingga Kabagbinpam Ro Paminal Divisi Propam Polri.

Bahkan, tahun 2021, Hendra terlibat dalam tim khusus pencari fakta untuk kasus bentrok Front Pembela Islam (FPI) dengan Polri di Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang terjadi 7 Desember 2020.

Hendra ditunjuk langsung oleh Irjen Ferdy Sambo untuk memimpin tim yang beranggotakan 30 personel kepolisian ini.

Terlibat kasus Brigadir J

Hendra merupakan salah satu bawahan Ferdy Sambo yang dilibatkan untuk menutupi penyebab kematian Brigadir J.

Hendra juga disebut pernah melarang keluarga Brigadir J membuka peti jenazah ajudan Ferdy Sambo yang tewas ditembak itu.

Larangan itu disampaikan Hendra saat datang ke Jambi untuk menyampaikan penyebab kematian kepada pihak keluarga Brigadir J.

Tak lama setelahnya, muncul juga informasi yang menyatakan Hendra pulang pergi ke Jambi-Jakarta dengan menggunakan private jet atau pesawat jet pribadi.

Hal ini lantas menjadi sorotan karena biaya perjalanan dengan privare jet tidak murah.

Kuasa hukum Hendra, Henry Yosodiningrat mengungkapkan bahwa kliennya menyewa jet pribadi untuk perjalanan itu dengan uang pribadi senilai Rp 300 juta.

“Rp 300 juta pulang pergi,” ucap Henry seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa (18/10/2022).

Menurut Henry, kliennya juga diminta melakukan perjalanan tersebut oleh Ferdy Sambo.

Setelahnya, Hendra pun langsung berinisiatif mencari perusahaan penerbangan profesional untuk menjalankan perintah Ferdy Sambo itu.

“Dia laksanakan, dia cari dengan inisiatif sendiri dengan cari perusahaan yang profesional,” kata Henry Yosodiningrat.

Dibohongi Ferdy Sambo

Hendra juga mengaku telah dibohongi oleh atasannya itu terkait perkara kasus kematian Brigadir J.

Ia merasa dibohongi Sambo terkait skenario yang dibuat Sambo soal pembunuhan Brigadir J. Hal ini juga terungkap dalam persidangan di PN Jakarta Selatan.

Setelah Brigadir J tewas, Ferdy Sambo menelepon sejumlah bawahannya untuk menutupi kasus itu, termasuk Hendra.

Setibanya di lokasi, Hendra menyebut mendengar kronologi kejadian versi skenario Sambo, yakni baku tembak yang menyebabkan Brigadir J tewas.

Padahal, kejadian sebenarnya adalah Brigadir J tewas ditembak atas perintah dari Ferdy Sambo.

“Seperti kasus Brigjen Hendra misalnya, mereka itu, Hendra sendiri merasa dibohongi oleh Sambo. Apa yang diceritakan Sambo ke dia, dia enggak tahu bahwa itu cerita yang direkayasa oleh Sambo,” ucap Henry saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/10/2022) malam.

“Dia pikir apa yang diceritakan Sambo itu adalah peristiwa yang sebenernya. Setelahnya dia baru tahu,” ucap Henry.

Didakwa halangi penyidikan

Hendra saat ini berstatus sebagai terdakwa obstruction of justice atau menghalangi proses penyidikan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan sedang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hendra juga dijadwalkan menjalani sidang selanjutnya pada Kamis (3/11/2022).

Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya menyebutkan bahwa obstruction of justice penyidikan itu melibatkan Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

Jaksa memaparkan, perintangan proses penyidikan itu diawali adanya peristiwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Atas perbuatannya itu, Brigjen Hendra Kurniawan didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2022/11/01/07342361/perjalanan-karier-brigjen-hendra-kurniawan-masuk-tim-khusus-kasus-km-50-fpi

Terkini Lainnya

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke