JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bakal menggelar sidang dengan agenda pembacaan putusan kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks yang menjerat pegiat media sosial, Edy Mulyadi.
Edy menjadi terdakwa atas celotehannya mengenai pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang disebut sebagai "tempat jin buang anak" melalui akun YouTube "BANG EDY CHANNEL".
"Pukul 09:00 sampai dengan 15:00 WIB, putusan," demikian jadwal sidang yang dikutip dari Sistem Aplikasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Senin (12/9/2022).
Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menilai, pernyataan Edy yang menyebutkan bahwa IKN sebagai "tempat jin buang anak" telah merendahkan citra Kalimantan.
Menurut Jaksa, celotehan Edy melalui akun YouTube pribadinya itu telah menimbulkan keonaran di masyarakat dalam bentuk penyebaran berita bohong atau hoaks.
"Istilah-istilah yang dilontarkan oleh terdakwa salah satunya itu 'jin buang anak' telah merendahkan dan memperburuk citra Kalimantan," ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022).
"Seolah-olah, Kalimantan itu jauh dari mana pun dan tidak bernilai apa pun serta merupakan tempat yang horor, angker dan mengerikan di mata masyarakat Indonesia maupun dunia," paparnya.
Jaksa menyebut, tema dalam video yang diunggah Edy telah diubah dari yang seharusnya adalah “Tolak Undang-Undang IKN Proyek Oligarki yang Menyengsarakan Rakyat” menjadi “Tolak Pindah Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat”.
“Di situ lah letak perbuatan terdakwa telah menyiarkan berita atau pemberitaan bohong dengan tema yang tidak sebagaimana mestinya di mana terdakwa telah membuat kata ‘tolak undang-undang IKN menjadi tolak pindah ibu kota negara’ dan terdakwa juga telah memelintir kata ‘menyengsarakan rakyat’ menjadi ‘merampok uang rakyat’,” jelas jaksa.
Sehingga, menurut jaksa, kata-kata tersebut memiliki makna berbeda yang berpengaruh terhadap substansi yang disampaikan oleh terdakwa untuk mempengaruhi atau menggiring opini publik.
"Sesuai apa yang dikehendaki oleh terdakwa jelas semakin memperlihatkan bahwa niat terdakwa untuk menyiarkan berita atau pemberitaan bohong sudah dikehendaki oleh terdakwa,” lanjut jaksa.
Atas perbuatannya itu, Edy dituntut pidana penjara selama 4 tahun lantaran dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Tuntuan jaksa dinilai tak benar
Edy menilai, tuntutan jaksa yang menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun atas celotehannya di YouTube tidak bisa dibenarkan.
Menurut dia, jaksa kerap mengatakan adanya pembohongan dalam kasus yang menjeratnya tanpa bisa memberikan perbandingan antara bohong dan tidak bohong pada dalil penuntutannya.
"Apa yang mereka tuduhkan sebagai berita bohong itu tidak benar karena seperti kata ahli bahasa kalau kita ngomong bohong, harus ada pembandingnya," kata Edy ditumui usai persidangan, Kamis sore.
"Jaksa bolak-balik mengatakan bohong-bohong tapi tidak satupun memberikan pembanding yang sebenarnya seperti apa," kata dia.
Minta maaf dan harap dapat keadilan
Dalam sidang perdananya, Edy pun telah menyampaikan permintaan maaf untuk masyarakat yang tersinggung karena komentarnya.
Pegiat media sosial itu juga berharap bisa mendapatkan keadilan dalam proses peradilan yang tengah berlangsung tersebut.
“Pertama saya sekali lagi minta maaf, saya minta maaf, itu penting, saya minta maaf ke teman-teman, saudara-saudara saya di Kalimantan,” ucap Edy dalam persidangan, Selasa (10/5/2022).
“Pengadilan adalah tempat masyarakat keadilan dan saya berharap betul-betul ini akan berproses secara adil, transparan, murni secara hukum sehingga nanti akan divonis secara adil juga,” tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/12/09334671/nasib-edy-mulyadi-di-kasus-tempat-jin-buang-anak-diputuskan-hari-ini