JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, saat ini masih ada kekosongan peraturan soal perlindungan pekerja rumah tangga (PRT).
Oleh karena itu, pemerintah mendorong agar pembentukan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) segera bisa diselesaikan.
"Saat ini terdapat kekosongan regulasi terkait perlindungan bagi pekerja rumah tangga," ujar Jaleswari dilansir dari siaran pers KSP, Rabu (31/8/2022).
"UU PPRT yang bersifat lintas sektor perlu dikawal hingga selesai. Ini menjadi penting karena pekerja rumah tangga adalah kelompok yang mengalami kerentanan multi dimensi," jelasnya.
Dia menuturkan, jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia tidak sedikit.
Yakni sebanyak 4,2 juta orang. Dari jumlah tersebut, 75,5 persen di antaranya adalah perempuan dan 25 persen-nya adalah anak-anak.
Menurut Jaleswari pemerintah merancang agar UU PPRT nantinya tidak hanya mengatur soal hak dan kewajiban pekerja rumah tangga. Tetapi juga menjamin hak dan kewajiban pemberi pekerjaan dan juga penyalur pekerja rumah tangga.
Saat ini pemerintah sedang bekerja keras mempercepat pembentukan UU PPRT.
Salah satu hal yang ditempuh yakni kementerian dan lembaga telah membentuk konsolidasi dan sinkronisasi melalui konsinyering pertama dan diskusi terbatas Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PPRT yang berlangsung di Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Adapun Gugus Tugas UU PPRT beranggotakan delapan kementerian lembaga.
Termasuk di dalamnya yakni KSP, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia , Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung.
Dalam prosesnya, pemerintah memastikan bahwa perwakilan organisasi masyarakat sipil akan turut dilibatkan.
“Gugus Tugas selanjutnya akan bekerja secara koordinatif memanfaatkan efektifitas waktu yang tidak banyak, dan terus mengawalnya di fraksi DPR RI untuk segera mendapat pengesahan,” tambah Jaleswari.
Untuk diketahui, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai Permenaker Nomor 2 tahun 2015 yang mengatur Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Akan tetapi, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, mengatakan regulasi ini belum secara menyeluruh mengatur perlindungan pekerja, misalnya tentang jaminan sosial.
“Negara aktif menggaungkan perlindungan pekerja migran di luar negeri, maka seiring dengan hal tersebut kita juga perlu regulasi yang mengatur dan melindungi tenaga kerja informal, khususnya pekerja rumah tangga,” kata Ida.
Pernyataan ini diamini oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, yang menjelaskan prinsip timbal balik atau reciprocity principle.
Menurutnya, Indonesia akan bisa menuntut negara lain yang tidak memperlakukan pekerja rumah tangga secara manusiawi karena Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur standar perlindungan bagi pekerja rumah tangga.
Sebelumnya, KSP telah mengesahkan pembentukan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT demi mendorong pembahasan RUU PPRT yang mandek selama hampir dua dekade.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan, gugus tugas ini dibuat untuk memperkuat konsolidasi dan sinkronisasi agenda sehingga pengelolaan isu PPRT tidak terjebak pada ego sektoral.
“Sudah waktunya bagi kita untuk menunjukkan keberpihakan dan perhatian agar isu ini dapat segera dikelola dengan baik. Apalagi, ada keterbatasan waktu karena berkejaran dengan isu-isu lain,” kata Moeldoko dalam siaran persnya 10 Agustus.
Moeldoko mengatakan, dinamika RUU PPRT kembali meningkat dengan semakin gencarnya masyarakat sipil yang menuntut percepatan pembahasan dan RUU PPRT.
Selain itu, RUU ini juga masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2022.
"Ini membuka peluang untuk mendorong Bamus mengagendakan RUU PPRT di sidang paripurna untuk kemudian disahkan menjadi inisiatif DPR,” kata Moeldoko.
Ia menegaskan, RUU PPRT mesti segera dibahas dan disahkan sebagai payung hukum untuk melindungi pekerja rumah tangga.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/31/06083711/ksp-ada-kekosongan-aturan-perlindungan-prt-pemerintah-kawal-ruu-pprt-hingga