Adapun hal tersebut diketahuinya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 yang dilanjutkan dengan Surat Edaran (SE) Kementerian PAN-RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022.
Ketentuan ini dinilai akan berdampak pada kolapsnya pelayanan kesehatan masyarakat.
"Bisa dibayangkan nasib pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas-puskesmas di daerah yang kolaps akibat PHK nakes honorer," kata Netty dalam keterangannya, Selasa (19/7/2022).
Ia melanjutkan, jika pelayanan kesehatan kolaps, indeks kesehatan Indonesia juga akan anjlok.
Dengan demikian, gangguan kesehatan di masyarakat akan meningkat.
Bahkan, target pemerintah untuk membangun SDM yang sehat, unggul, dan berkualitas dinilai semakin tidak masuk akal.
"Penanganan stunting juga akan makin sulit dan berat akibat berkurangnya tenaga pelayanan di puskesmas," jelasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti buntut dari penghapusan tenaga honorer yang akan meningkatkan angka pengangguran.
Hal ini akan berkorelasi langsung terhadap melemahnya daya beli masyarakat.
"Mereka tidak mampu membeli pangan bergizi untuk memenuhi kebutuhan keluarga," imbuh Netty.
Untuk itu, Netty menekankan adanya alternatif lain yaitu dengan mengangkat para honorer tersebut menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
"Persoalannya, apakah pemda siap cover biaya belanja PPPK yang dibebankan pada anggaran daerah? Berdasarkan info yang saya dapatkan, rata-rata pemda hanya sanggup mengalokasikan 10 persen untuk formasi nakes PPPK," ucap dia.
Jumlah tersebut dinilai sangat kecil dibandingkan jumlah nakes honorer yang selama ini melayani kebutuhan kesehatan masyarakat.
Netty mengambil contoh, jumlah honorer nakes di Kabupaten Indramayu yang merupakan daerah pemilihannya (dapil) ada sekitar 1.886 orang dan di Kabupaten Cirebon ada sekitar 1.500 orang.
Oleh karena itu, pemerintah pusat diminta membuat kebijakan afirmasi guna mengatasi persoalan ini.
"Pemerintah pusat tidak bisa melempar tanggung jawab persoalan nakes honorer ke pemerintah daerah begitu saja. Harus ada kejelasan bagaimana cara pemda membiayai pengangkatan PPPK," kata dia.
"Jangan sampai nanti hanya jadi angin surga. Pemda menyetujui mengangkat sebagai PPPK ternyata tidak ada anggarannya," sambung Netty.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/19/16584851/tenaga-honorer-akan-dihapus-anggota-dpr-sebut-pelayanan-kesehatan-bisa