Salin Artikel

Mengurai Risiko Tekanan Rusia-AS Terkait KTT G20 Bagi Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Posisi Indonesia kini menjadi sorotan dunia karena menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 ke-17 pada 15 sampai 16 November 2022 mendatang. Di sisi lain, ajang KTT G20 kini menjadi medan "perang pengaruh" antara kubu Amerika Serikat (AS) dan Blok Barat dengan Rusia terkait konflik di Ukraina.

Padahal forum G20 dibentuk khusus untuk membicarakan perekonomian dunia. Namun, akibat perselisihan negara-negara besar itu kini wadah itu ikut terseret ke dalam pusaran konflik geopolitik.

Pemerintah sampai saat ini dilaporkan tetap mengundang seluruh anggota G20, termasuk Rusia, dalam KTT itu. Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan bakal hadir.

Sedangkan di sisi lain, Presiden AS Joe Biden meminta supaya Rusia dikeluarkan dari keanggotaan G20. Australia yang merupakan sekutu AS dan juga negara tetangga Indonesia mengancam tidak akan hadir dalam KTT jika Rusia tetap diundang.

Peneliti Pusat Studi Pertahanan dan Perdamaian Universitas Al Azhar Indonesia, Ramdhan Muhaimin, membeberkan sejumlah kondisi yang patut dipertimbangkan pemerintah dalam bersikap di tengah tekanan negara-negara besar itu.

"Indonesia harus berhati-hati dan tetap smart. Tentunya unsur utama yang menjadi pertimbangan dalam kalkulasi ini adalah kepentingan nasional Indonesia dalam geopolitik global," kata Ramdhan kepada Kompas.com, Jumat (25/3/2022).

Menurut Ramdhan, faktor utama yang harus menjadi pertimbangan sikap Pemerintah untuk mengambil kebijakan politik luar negeri di tengah situasi yang sangat sensitif adalah persoalan ekonomi.

Dia mengatakan, dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap perekonomian dunia lambat laun akan dirasakan juga oleh Indonesia. Dia mencontohkan, Rusia dan Ukraina adalah pemasok gandum ke kawasan Timur Tengah dan Turki. Persentase ekspor gandum dari kedua negara itu mencapai 40 persen.

Akibat konflik itu, pasokan gandum ke negara-negara itu perlahan terganggu. Jika pasokan gandum terganggu, kata Ramdhan, maka akan memicu krisis pangan dan inflasi di Timur Tengah. Sedangkan di kawasan Timur Tengah ada Arab Saudi yang merupakan pemasok terbesar minyak bumi di dunia.

"Krisis pangan akan memicu gangguan terhadap ekspor minyak bumi. Saat ini saja harga minyak bumi di pasar dunia sudah melonjak," ujar Ramdhan.

Selain itu, Ramdhan mengatakan, sebanyak 40 persen pasokan gas untuk kawasan Eropa disuplai dari Rusia. Gas adalah salah unsur penting industri selain minyak bumi.

Selain itu, lanjut Ramdhan, Rusia juga produsen minyak bumi besar selain Arab Saudi. Jika pasokan gas dan minyak bumi dari Rusia terganggu, maka kegiatan industri di Eropa juga bakal kerepotan.

Dampaknya, kata Ramdhan, ekspor berbagai komoditas Eropa ke luar juga terganggu, termasuk ke Indonesia.

Ramdhan mengatakan, pertimbangan situasi perekonomian dan efek domino akibat konflik itu selayaknya menjadi perhatian Pemerintah dalam menetapkan kebijakan luar negeri terkait G20.

"Jika Indonesia mengikuti maunya Barat, menurut saya akan mengalami kerugian. Jika mengikuti maunya Rusia, Indonesia juga akan mengalami kerugian ekonomi karena banyak hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara Barat," lanjut Ramdhan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/25/20462621/mengurai-risiko-tekanan-rusia-as-terkait-ktt-g20-bagi-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke