Salin Artikel

Duduk Perkara soal Foto Bendera yang Disebut Mirip Simbol HTI di KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Surat terbuka dari mantan pegawai pengamanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Iwan Ismail, ramai diperbincangkan di media sosial pada akhir September lalu.

Surat itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pimpinan KPK, Ketua DPR hingga Ketua Wadah Pegawai.

Dalam surat terbuka itu, Iwan menjelaskan kronologi penemuan bendera yang disebut sebagai simbol organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ketika ia patroli di lantai 10 Gedung Merah Putih KPK pada Februari 2019.

Ia bersuara lewat surat terbuka setelah melihat ketidakadilan atas tes wawasan kebangsaan (TWK) yang mengakibatkan 57 pegawai KPK dipecat.

Kegaduhan TWK, ujar Iwan, mengubah slogan Berani Jujur Hebat menjadi Berani Jujur Pecat. Hal itu juga ia rasakan karena penemuan bendera itu berujung pemecatan.

"Selama ini saya diam dan menerima keputusan tanpa ada keadilan, biarkan Allah SWT yang membalas, karena Allah SWT yang maha memberi rezeki," ucapnya di surat terbuka tertanggal 29 September 2021 lalu.

Dalam surat itu juga, Iwan menuturkan kronologi penemuan bendera yang ia duga sebagai simbol HTI hingga pemecatan pada Desember 2019.

"Saya keliling untuk kontrol ruangan di malam hari. Lalu saya melihat bendera hitam putih di beberapa meja kerja pegawai KPK di lantai 10 Gedung Merah Putih," ujar Iwan kepada Kompas.com, Senin (4/10/2021).

"Saya ambil foto, namun saya tidak terlalu menghiraukan, mungkin ini hanya oknum pegawai yang mungkin sebatas simpatisan, mungkin besok lusa juga hilang atau dicabut lagi," ucap dia.

Kemudian, Iwan menuturkan, terjadi demonstrasi di KPK dengan isu "Taliban" pada Jumat, 20 September 2019.

Saat memeriksa keamanan di lantai 10 setelah peristiwa unjuk rasa, ia mengaku masih menemukan bendera berwarna hitam putih terpasang di meja kerja yang sama.

"Lalu saya ambil foto kembali untuk dijadikan bahan laporan dengan asumsi bahwa bendera inilah yang menjadi gaduh KPK Taliban," ujar dia.

Iwan pun berniat melaporkan perihal penemuan bendera itu ke pimpinan dua hari setelahnya atau Senin.

Dalam selang waktu tersebut, ia sempat berkonsultasi dengan teman-temannya di grup aplikasi WhatsApp Banser Kabupaten Bandung mengenai penemuan bendera. Ia menduga bendera itu yang menjadi pemicu demonstrasi dengan isu "KPK Taliban".

"Namun, tanpa saya sadari (foto) bendera itu viral di media sosial, selang dua hari ketika saya libur dan hari senin saya masuk kerja langsung ada panggilan untuk menghadap pengawas internal KPK," ungkap Iwan.

Ia pun menghadap pengawas internal untuk melapor dan menjelaskan peristiwa pada Jumat malam. Namun, Iwan mengaku diperiksa seharian hingga pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP).

"Saya merasa malah menjadi tersangka atas viralnya bendera hitam putih di media sosial. Maka, saya utarakan semua keterangan sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan," ucap dia.

Menurut Iwan, pihak pemeriksa internal begitu gencar memberikan pertanyaan ketika mengetahui latar belakang dirinya sebagai anggota Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser).

Ia menuturkan, pemeriksa internal mengambil ponselnya sebagai barang bukti. Kemudian, pihak pemeriksa juga mengambil screenshoot percakapan di grup WhatsApp, termasuk data pengurus mulai dari pusat hingga pimpinan anak cabang.

Pada Senin 21 Oktober 2019, Iwan kembali dipanggil untuk agenda musyawarah. Pihak KPK, kata Iwan, menerangkan bahwa perbuatannya termasuk pelanggaran kode etik dan merupakan pelanggaran berat.

"Katanya hanya ada satu solusi, apakah mau dibawa ke ranah sidang kode etik dengan menghadirkan saksi yang meringankan, baik orang yang memviralkan foto bendera HTI, keterangan tim ahli dari GP Ansor dan bisa jadi dari PBNU mengenai bendera HTI," kata dia.

"Atau pilihan lainnya langsung diberhentikan secara tidak hormat," ucap Iwan.

Tak terkait HTI

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan bendera yang terpasang di salah satu ruang kerja Gedung Merah Putih itu tidak terkait dengan HTI.

Menurut Ali, setelah foto tersebar, tim KPK langsung memeriksa beberapa saksi, bukti, dan keterangan lain yang mendukung.

“Sehingga, disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal,” ujar Ali melalui keterangan tertulis, Jumat (1/10/2021).

“Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK,” ucap dia.

Perbuatan itu, kata Ali, termasuk kategori pelanggaran berat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.

Menurut Ali, penyebaran foto bendera tersebut telah melanggar nilai integritas dan profesionalisme dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif serta harmonis.

Ia mengatakan, pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan organisasi terlarang. Selain itu, tidak terdapat peraturan yang melarang.

“Namun, KPK mengingatkan seluruh insan komisi, demi menjaga kerukunan umat beragama, insan KPK harus menghindari penggunaan atribut masing-masing agama di lingkungan kerja KPK kecuali yang dijadikan sarana ibadah,” ucap dia.

Dilaporkan MAKI

Belakangan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) akan melaporkan jaksa di KPK yang diduga melanggar kode etik terkait bendera yang disebut mirip simbol HTI di Gedung Merah Putih KPK.

Dalam laporannya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, bendera yang ditemukan pada Februari 2019 itu diduga berada di ruangan jaksa penuntut.

“Artinya pembawa dan penyimpan bendera tersebut diduga jaksa dari Kejaksaan Agung yang ditugaskan di KPK,” tulis Boyamin dalam laporan yang diterima Kompas.com, Senin (4/10/2021).

Boyamin menuturkan, jika tindakan itu benar dilakukan oleh jaksa maka patut diduga terjadi pelanggaran atas kode etik jaksa dan disiplin pegawai negeri sipil (PNS).

“Sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” sebut dia.

Boyamin berpandangan, meski bendera itu diduga dimiliki oleh jaksa di KPK, Kejaksaan Agung tetap berhak memeriksa dugaan pelanggaran etik.

“Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik jaksa di mana pun bertugas,” ucap Boyamin.

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/05/06462161/duduk-perkara-soal-foto-bendera-yang-disebut-mirip-simbol-hti-di-kpk

Terkini Lainnya

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke