Laser bertuliskan slogan "Berani Jujur, Pecat!", "#Mosi TidakPercaya", "Save KPK" dan sebagainya itu terpampang di gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Senin (28/6/2021) malam.
Pesan ini merupakan bagian dari aksi Greenpeace Indonesia dalam merespons berbagai isu terkait pemberantasan korupsi, mulai dari pemecatan 51 pegawai dalam polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) hingga upaya pelemahan KPK.
"Memberikan kritik dan masukan kepada KPK dengan berbagai cara merupakan saran dari peraturan perundang-undangan," kata Anggota tim Peneliti Dewi Keadilan, Feri Amsari dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (25/7/2021).
Feri menjelaskan bahwa, Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 jo Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Kritik dan masukan kepada KPK, kata dia, juga telah diatur di dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Misalnya, bagian keempat terkait profesionalisme terdapat pada Pasal 7 Ayat (2) huruf d yang mengatur bahwa setiap insan KPK dilarang merespon kritik dan saran secara negatif dan berlebihan.
"Jika KPK melaporkan masyarakat yang ingin berperan dalam pemberantasan korupsi secara pidana, maka KPK dan Pimpinan KPK melanggar ketentuan UU KPK itu sendiri," ucap Feri.
Selain itu, Feri menyebut, pimpinan KPK juga harus memahami bahwa partisipasi tersebut dilidungi Pasal 28C Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
"Sudah dapat dipastikan upaya aktivis Greenpeace menyorot gedung KPK dengan sinar laser merupakan upaya mereka untuk melawan korupsi demi membangun masyarakat, bangsa dan negaranya," kata Feri.
"Lalu, upaya Pimpinan KPK memidanakan warga negara Indonesia dalam rangka dan kepentingan siapa?" ucap dia.
Feri pun menilai, tindakan aktvis Greenpeace Indonesia yang menyorot laser ke gedung KPK tidak bisa dipidana.
"Dalam kasus menyorot laser berteks kepada gedung KPK sudah dapat dipastikan tidak akan ditemukan corpus delicti (the body of crime) atau asas yang memastikan bahwa perlu dipastikan memang telah terjadi perbuatan pidana sebelum seseorang dituduh telah melakukan perbuatan pidana," kata Feri.
Feri menjelaskan bahwa, pemidanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan memidana.
Lebih rinci Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa criminalization adalah sebuah proses yang dibangun untuk membuat seseorang menjadi kriminal [the process by which a person develops into a criminal, 9th edition, hlm. 431].
Namun, kata Feri, memidanakan orang tidak dapat sesuka hati aparat penegak hukum.
Undang-Undang membatasi agar aparat atau penyelenggara negara tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk memidanakan pihak-pihak yang tidak disukainya.
Itulah, kata dia, tujuan dari lahirnya asas legalitas; seseorang tidak dapat dihukum kecuali telah ditentukan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 1 Ayat (1) KUHP mengatur, “suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”
"Sederhananya, jika seseorang dituduhkan mencuri, maka sudah dipastikan dulu bahwa memang ada barang yang hilang," ujar Feri.
"Jika seseorang dituduhkan membunuh, maka perlu dipastikan ada mayat terlebih dulu yang penyebab kematiannya karena perbuatan seseorang," kata dia.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, laporan pelaseran ke Gedung Merah Putih KPK ke Polres Metro Jakarta Selatan tersebut telah dilayangkan oleh Biro Umum KPK.
KPK menilai, aksi penyinaran laser tersebut memiliki potensi kesengajaan yang dapat mengganggu ketertiban dan kenyamanan operasional perkantoran KPK. Apalagi, Gedung Merah Putih KPK merupakan objek vital nasional.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/25/13245411/aksi-laser-ke-gedung-merah-putih-kpk-dinilai-sebagai-bentuk-partisipasi