Salin Artikel

Penyelidik KPK Sebut Ukuran Penilaian Tes Wawasan Kebangsaan Absurd

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid meminta hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) dibatalkan. Tes tersebut merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Menurut Harun, tolok ukur penilaian yang digunakan dalam TWK tidak masuk akal. Sehingga, ia menilai hasil tes tidak objektif.

"Secepatnya hasil TWK tersebut dibatalkan secara keseluruhan. Karena prosesnya tidak fair dan tidak mencerminkan objektivitas. Ukuran penilaiannya absurd," kata Harun, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/5/2021).

Pasalnya, di dalam proses TWK itu muncul sejumlah pertanyaan yang dianggap mengarah pada ranah privat. Misalnya, terkait dengan pilihan kenapa belum menikah, apakah melaksanakan Sholat Qunut, hingga tanggapan tentang penikahan beda agama.

Adapun Harun merupakan salah satu dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat atau tidak lolos TWK.

Nasibnya di KPK kini terancam sejak keluarnya Surat Keputusan (SK) Ketua KPK Firli Bahuri yang membebastugaskan 75 pegawai itu.

Sedangkan, Harun menjadi Ketua Satuan Tugas Penyelidikan dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat bersama Bareskrim Polri baru-baru ini.

Harun menuturkan, ia bersama pegawai lainnya telah mengajukan protes kepada pimpinan KPK terkait pelaksanaan TWK.

"Kami sudah coba mengajukan protes dan keberatan ke pimpinan. Namun, tidak dijadikan pertimbangan untuk lanjut tidaknya tes tersebut," jelasnya.

Selain itu, ia menyebut ada pimpinan KPK yang tak menyetujui pelaksanaan TWK, yakni Nurul Ghufron dan Alexander Marwata.

Ia mengaku sempat menemui dua Wakil Ketua KPK itu ketika ada keputusan mengenai pelaksanaan TWK.

"Ketika kita bertanya dengan upaya untuk melakukan tes TWK tersebut, pimpinan lainnya mengatakan bahwa juga tak setuju dengan adanya TWK dan dia juga sudah mengatakan bahwa TWK itu tidak diperlukan," ungkap dia.

"Coba komunikasi langsung ke Ghufron atau Pak Alex. Itu setidaknya pimpinan yang kita temui ketika keluar keputusan adanya tes itu," tuturnya.

Kompas.com berupaya mengonfirmasi mengenai hal ini kepada Nurul Ghufron dan Alexander Marwata. Namun belum mendapatkan respons hingga berita ini ditayangkan. 

Harun menyayangkan sikap pimpinan KPK yang memilih bungkam sampai saat ini.

Menurutnya, belum ada satu pun pimpinan KPK menjelaskan secara langsung terkait proses pelaksanaan TWK hingga proses penilaiannya.

"Problemnya adalah bahwa hingga saat ini pimpinan lainnya ini enggak ada yang mau langsung menyatakan ke media mengenai tes TWK tersebut," nilai Harun.

Sebelumnya, dikutip Tribunnews.com, Harun sempat mengatakan bahwa keputusan penyelenggaraan TWK itu tidak dibuat oleh seluruh pimpinan KPK.

Bahkan, ia menyebut Ketua KPK Firli Bahuri yang getol mendorong agar dilakukan TWK terhadap pegawai lembaga antirasuah itu.

"Saya beberapa kali komunikasi dengan pimpinan yang lain, dan ini sudah dinyatakan oleh pimpinan lainnya ternyata bahwa di KPK itu sudah tak ada kolegial. Ketua KPK yang gigih dan getol mendorong untuk dilakukannya tes wawasan kebangsaan," ungkap Harun, dikutip Tribunnews.com, Rabu (12/5/2021).

Adapun asesmen melalui TWK dilakukan pada April hingga Mei 2021 atas permintaan KPK terkait alih status pegawai menjadi ASN.

Asesmen ini tidak hanya melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN), melainkan juga Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/14/22002181/penyelidik-kpk-sebut-ukuran-penilaian-tes-wawasan-kebangsaan-absurd

Terkini Lainnya

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke