Menurut Merah masyarakat sekitar PLTU adalah yang paling sering merasakan dampak dari limbah jenis bottom ash dan fly ash (FIBA).
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptakerja, dua jenis limbah itu lah yang tak lagi dimasukkan dalam kategori limbah B3.
Saat pandemi Covid-19 masih melanda, lanjut Merah, masyarakat makin kesusahan karena selain harus hidup dengan disiplin protokol kesehatan, mereka juga harus merasakan imbas dari limbah FIBA yang dikeluarkan oleh perusahaan batu bara atau PLTU disekitar permukimannya.
"Ini masa pandemi Covid-19 ketika warga diminta membangun gaya hidup sehat, ya percuma kalau sumber airnya, udaranya di cemari FIBA," sebut Merah dihubungi Kompas.com, Jumat (12/3/2021).
Menurut Merah, tanpa PP tersebut, pengawasan dan penindakan hukum pada perusahaan batu bara masih lemah.
Apalagi dengan adanya PP tersebut yang membuat limbah FIBA tidak dikategorikan beracun dan berbahaya.
Merah khawatir pengolahan limbah FIBA akan makin tidak diperhatikan oleh perusahaan batu bara dan PLTU.
"Apalagi sekarang ketika limbah ini tak lagi dikategorikan limbah B3, sudah dianggap limbah biasa, ya perusahaan akan makin tidak sungguh-sungguh lagi dalam mengelola limbah ini, dan ini berbahaya untuk lingkungan sekitar," paparnya.
Lebih jauh, Merah menilai PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup semakin menjauhkan Indonesia dari wacana transformasi energi.
Wacana transformasi energi ini seharusnya merubah tumpuan energi masyarakat dari energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara, menjadi energi yang lebih ramah lingkungan.
"Lebih luas dampak dari peraturan ini adalah Indonesia semakin terjebak dengan kebutuhannya pada energi fosil, seperti minyak bumi dan batu bara," kata Merah.
"Agenda transisi energi berkeadilan sia-sia, sebab kebijakan ini justru menjadi legitimasi bahwa kita masih bergantung pada energi fosil. Karena seperti batu bara, dianggap murah, padahal tidak menghitung biaya pengelolaan limbah B3, hanya mempertimbangkan aspek benefit dari sisi ekonomi," pungkas dia.
Diberitakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut tidak semua limbah FIBA dikeluarkan dari golongan limbah B3.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan hanya limbah FIBA yang melalui sistem pembakaran chain grate stoker yang dikeluarkan dari golongan B3.
Vivien mengklaim bahwa limbah FIBA dari sistem pembakaran chain grate stoker dinilai bermanfaat jika diolah.
Meski tak lagi masuk dalam golongan B3, Vivien melanjutkan, kedua jenis limbah itu tak boleh dibuang sembarangan dan harus dikelola dengan baik.
"Fly ash dan bottom ash dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Substitusi semen, jalan, tambang bawah tanah. Serta restorasi tanah," sebut Vivien.
"Jadi enggak boleh dibuang sembarangan karena memang nantinya bagaimana masyarakat lingkungan yang harus mengolah ada dalam persetujuan dokumen lingkungannya," imbuh dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/12/17231311/masyarakat-dinilai-akan-kian-susah-karena-limbah-batu-bara-tak-masuk-b3
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan