Salin Artikel

Perludem: Jangan Sampai Kepentingan Parpol Hambat Perbaikan Demokrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati meningatkan, jangan sampai kepentingan partai politik menghambat tujuan perbaikan kepemiluan dan demokrasi di Indonesia.

Hal itu ia ungkapkan dalam merespon sikap sejumlah fraksi yang menolak wacana revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Jangan sampai tujuan pemilu untuk tata kelola perbaikan demokrasi kita harus dikalahkan oleh kepentingan partai," kata Khoirunnisa kepada Kompas.com, Selasa (2/2/2021).

Penolakan parpol atas revisi UU Pemilu berkutat pada perubahan atau pengembalian jadwal pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari 2024 menjadi 2022 dan 2023.

Sebagian fraksi ingin melaksanakan Pilkada sesuai amanat Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016, yakni Pilkada serentak digelar November 2024.

Sementara, sebagian fraksi lainnya mendorong pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan di dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 ayat (2) dan (3), yakni pada 2022 dan 2023.

Padahal, ada banyak isu lain dalam RUU Pemilu yang memerlukan perhatian, misalnya terkait ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden (presidential threshold).

Khoirunnisa menuturkan, tidak menutup kemungkinan partai bersikeras melaksanakan Pilkada Serentak 2024 karena memiliki kepentingan tersendiri.

Ia juga memahami dinamika penolakan jadwal pilkada dalam wacana revisi merupakan hal yang biasa terjadi di DPR.

Namun, ia menekankan jangan sampai kepentingan itu mengalahkan proses perbaikan demokrasi di Indonesia.

"Karena bisa dikatakan UU Pemilu adalah hidup atau matinya partai. Jadi pasti partai berhitung dalam hal ini," ujar dia.

Selain itu, Khoirunnisa juga menilai ada inkonsistensi dari beberapa partai politik yang menolak pelaksanaan Pilkada 2022 dengan alasan Indonesia masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

Sedangkan, Pilkada 2020 tetap dilaksanakan dalam situasi Indonesia mengalami pandemi.

"Kami melihat ada ketidakkonsistenan di sini," ungkapnya.

Ia mengatakan, dengan merevisi jadwal pilkada dalam UU Pemilu akan membuat pelaksanaan pilkada di masa pandemi menjadi lebih siap.

Terlebih lagi belum bisa diketahui juga sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

"Padahal dengan revisi Undang-Undang Pemilu, kita bisa membuat peraturan teknis yang lebih adaptif dengan situasi pandemi atau krisis seperti ini. Pada Pilkada 2020 yang lalu kita tidak punya peraturan itu di level undang-undang," ujarnya.

"Misalnya dengan memberlakukan pemilihan lewat pos, pemilihan pendahuluan atau membuka TPS lebih panjang waktunya," lanjut dia.

Selain itu, Khoirunnisa mengingatkan bahwa penolakan koalisi masyarakat sipil atas Pilkada 2020 bukan didasari pada dalam kondisi pandemi Covid-19 saja.

Melainkan, koalisi masyarakat sipil menilai penyelenggara belum memiliki regulasi yang mumpuni untuk menyelenggarakan pilkada.

"Tapi kita siapkan dulu regulasinya supaya bisa lebih adaptif dengan situasi pandemi," ucap Khoirunnisa.

Sebelumnya, dalam menanggapi polemik perbedaan jadwal pilkada, Dirjen Politik dan Pemerintah Umum Kemendagri Bahtiar mengatakan, pilkada seharusnya tetap dilaksanakan pada 2024.

"Sesuai dengan UU yang masih berlaku tersebut, maka jadwal Pilkada berikutnya adalah 2024. Jadi, jika Pilkada dilaksanakan sesuai jadwal, maka jadwalnya adalah 2024," kata Bahtiar kepada wartawan, Jumat (29/1/2021).

Menurut Bahtiar, seharusnya UU Pilkada yang saat ini berlaku dilaksanakan terlebih dahulu, baru kemudian direvisi.

"Tidak tepat jika belum dilaksanakan, sudah direvisi. Mestinya, dilaksanakan dulu, kemudian dievaluasi, baru kemudian direvisi jika diperlukan," imbuh Bahtiar.

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/03/14561531/perludem-jangan-sampai-kepentingan-parpol-hambat-perbaikan-demokrasi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke