Salin Artikel

Kasus Djoko Tjandra dan Peran Supervisi KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada 21 Oktober 2020. Perpres tersebut diterbitkan setelah lebih dari satu tahun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlaku sejak 17 Oktober 2019.

Perpres yang merupakan amanat UU KPK itu merinci kewenangan supervisi yang dimiliki KPK. Pada Pasal 3 disebutkan, supervisi dilakukan dalam bentuk pengawasan, penelitian, atau penelahaan. KPK pun dapat mengambil alih perkara korupsi yang ditangani Polri atau Kejaksaan Agung dari hasil supervisi yang dilakukan.

"Berdasarkan hasil supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia," dikutip dari Pasal 9 Perpres 102/2020.

Dalam mengambil alih perkara, KPK memberi tahu penyidik dan/atau penuntut umum yang menangani perkara korupsi.

Kemudian, Polri dan Kejagung wajib menyerahkan tersangka dan/atau terdakwa beserta seluruh berkas perkara, alat bukti, termasuk dokumen lainnya paling lama 14 hari sejak tanggal permintaan KPK.

Untuk kriteria pengambilalihan perkara korupsi oleh KPK dari Polri atau Kejagung tertuang dalam Pasal 10A UU KPK.

KPK berwenang mengambil alih apabila laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kemudian, bila penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku sebenarnya, bila penanganan kasus mengandung unsur korupsi, bila penanganan terhambat karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif.

Terakhir, keadaan lain yang menurut pertimbangan polisi atau kejaksaan membuat penanganan kasus korupsi sulit dilakukan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kasus Djoko Tjandra

Setelah perpres tersebut terbit, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai KPK perlu memulai dengan kasus Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra yang ditangani Polri dan Kejagung.

Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, masih ada sejumlah teka-teki yang tersisa dalam kasus tersebut sehingga dibutuhkan peran KPK.

"Jika jawaban yang didapat sekadar normatif atau ada upaya untuk melindungi pihak tertentu, maka selayaknya KPK dapat mengambil alih seluruh penanganan yang ada," ujar Kurnia, Rabu (28/10/2020).

Djoko Tjandra adalah narapidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Ia sempat buron selama 11 tahun sebelum akhirnya ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 30 Juli 2020.

Sebelum ditangkap, Djoko Tjandra sempat membuat heboh karena dapat keluar-masuk Indonesia meski berstatus buronan.

Saat di dalam negeri, Djoko Tjandra mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas kasus Bank Bali, membuat e-KTP hingga paspor. Kasus pelarian Djoko Tjandra tersebut kemudian ditangani oleh Bareskrim Polri dengan total dua kasus.

Salah satunya menyangkut dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra. Sementara, Kejaksaan Agung menangani kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Fatwa MA tersebut menjadi upaya Djoko Tjandra agar dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus Bank Bali.

Supervisi sejak awal

Setelah penangkapan Djoko Tjandra, KPK mengaku telah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait penanganan kasus pelarian buronan kelas kakap tersebut.

"Kami terus berkoordinasi dan supervisi penanganan pelarian DT (Djoko Tjandra) oleh Polri. Sejauh ini, Polri sangat terbuka dan mempersilakan KPK untuk terus berkoordinasi," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangannya, Jumat (31/7/ 2020), dikutip dari Antara.

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menuturkan, kegiatan supervisi telah dilakukan dalam penanganan perkara Djoko Tjandra.

"Sudah dilaksanakan supervisi baik dari Mabes Polri maupun kita diundang ke KPK," kata Listyo ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

Salah satu kegiatan supervisi yang dimaksud Listyo yakni ketika Bareskrim melakukan gelar perkara untuk kasus red notice Djoko Tjandra pada 14 Agustus 2020.

Pihak Bareskrim mengundang KPK untuk mengikuti gelar perkara dan diwakili oleh Deputi Penindakan KPK Karyoto.

Dari gelar perkara tersebut, polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus red notice. Dua tersangka diduga sebagai pemberi suap, yakni Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi.

Sementara, dua jenderal polisi diduga sebagai penerima suap, terdiri dari mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Perkara di Kejagung

Sementara, untuk perkara fatwa MA yang ditangani oleh Kejagung melibatkan seorang jaksa bernama Pinangki Sirna Malasari. Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menetapkan Pinangki sebagai tersangka pada 11 Agustus 2020.

Kemudian, pada 27 Agustus 2020, penyidik Kejagung menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka dalam kasus fatwa MA tersebut.

Belakangan, pada 2 September 2020, mantan politisi Partai Nasdem bernama Andi Irfan Jaya yang ditetapkan sebagai tersangka.

Desakan agar KPK mengambil alih kasus yang melibatkan Jaksa Pinangki juga muncul. Ketika ditanya soal kemungkinan mengambil alih kasus Pinangki, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango justru berharap Kejagung berinisiatif menyerahkan kasus tersebut kepada KPK.

"Saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," kata Nawawi, Kamis (27/8/2020).

Menurut Nawawi, langkah penyerahan itu akan menunjukkan sinergisitas antara Kejagung dengan KPK serta menumbuhkan kepercayaan publik dalam penanganan perkara tersebut.

Menanggapi pernyataan Nawawi, Kejagung menegaskan tak bakal menyerahkan kasus Pinangki kepada KPK.

“Jadi tidak ada yang tadi dikatakan ada inisiatif menyerahkan, tapi mari kita kembali kepada aturan, kita sudah melakukan koordinasi dan supervisi,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung saat itu, Hari Setiyono, di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).

Hari kemudian menegaskan penanganan kasus akan dilakukan dengan transparan oleh Kejagung.

Setelah penyidik Kejagung melimpahkan berkas perkara tersangka Pinangki kepada jaksa penuntut umum (JPU) atau disebut pelimpahan tahap I, Kejagung melakukan gelar perkara dengan mengundang KPK.

Selain KPK, Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Bareskrim Polri, serta Komisi Kejaksaan juga diundang dalam gelar perkara terkait rampungnya hasil penyidikan.

Deputi Penindakan KPK Karyoto menuturkan, kehadiran pihaknya dalam gelar perkara pada 8 September 2020 itu merupakan bagian dari tugas supervisi. Karyoto bahkan memuji penyidikan yang dilakukan oleh Kejagung atas kasus Pinangki.

"Apa yang tadi disampaikan atau dipaparkan oleh Jampidsus dan jajarannya, kami sangat apresiasi, sudah sangat bagus, cepat," kata Karyoto di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (8/9/2020).

Karyoto menambahkan, pihaknya bakal terus mengawal kasus tersebut hingga sampai ke persidangan.

Kasus tidak diambil alih

Beberapa hari setelahnya, giliran KPK yang melakukan gelar perkara kasus Djoko Tjandra dengan Polri dan Kejagung di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada 11 September 2020.

Pelaksanaannya dilakukan secara terpisah. Artinya, KPK melakukan gelar perkara dengan Bareskrim Polri terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan Kejagung. Gelar perkara itu juga merupakan bagian dari wewenang koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK.

Setelah melakukan gelar perkara, pimpinan KPK menyatakan pihaknya belum memutuskan mengambil alih penanganan perkara Djoko Tjandra dari Kejagung dan Polri.

Keputusan KPK tersebut dikritik oleh ICW yang menilai gelar perkara hanya sebagai pencitraan agar KPK terlihat serius menanggapi kasus Djoko Tjandra.

KPK kemudian menepis anggapan yang menyebut bahwa lembaga antirasuah itu tidak berani mengambil alih kasus Djoko Tjandra dari Polri dan Kejagung.

"Kami menghargai pandangan dari siapapun soal hal tersebut, termasuk tentu dari rekan-rekan di ICW. Namun perlu kami sampaikan bahwa ini bukan soal berani atau tidak berani pengambilan kasus dari APH (aparat penegak hukum) lain," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (14/9/2020).

Ali menegaskan, pengambilalihan kasus dari aparat penegak hukum lain harus berdasarkan ketentuan pada UU KPK.

Minta dokumen

Kini, kasus Djoko Tjandra yang ditangani oleh Polri maupun Kejagung sudah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kegiatan supervisi masih dilakukan oleh KPK. Terakhir, KPK meminta dokumen perkara Djoko Tjandra kepada Polri dan Kejagung.

Nawawi Pomolango sempat menuturkan, pihaknya belum menerima berkas kasus Djoko Tjandra meski sudah meminta dokumen tersebut sebanyak dua kali.

"Tim supervisi telah dua kali meminta dikirimkan salinan berkas, dokumen-dokumen dari perkara tersebut, baik dari Bareskrim maupun Kejagung, tapi hingga saat ini belum kami peroleh," kata Nawawi, Kamis (12/11/2020).

Menurutnya, dokumen itu dibutuhkan untuk ditelaah dengan dokumen-dokumen laporan masyarakat lainnya.

Lewat penelahaan itu, Nawawi menuturkan, KPK dapat membuka peluang untuk mengusut dugaan korupsi yang belum disentuh oleh Bareskrim dan Kejagung.

Seminggu kemudian, 19 November 2020, KPK akhirnya menerima dokumen kasus Djoko Tjandra dari kepolisian dan kejaksaan. KPK kemudian meneliti dan menelaah dokumen yang diterima tersebut.

Di samping itu, kegiatan supervisi lainnya yang masih dilakukan KPK adalah mengamati proses persidangan di Pengadilan Tipikor.

"Sejauh ini berdasarkan informasi yang kami terima, tim supervisi masih mencermati fakta-fakta persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat," kata Ali Fikri, Jumat (18/12/2020).

https://nasional.kompas.com/read/2021/01/02/10541161/kasus-djoko-tjandra-dan-peran-supervisi-kpk

Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke