Salin Artikel

Natal, Momen Integratif Res Publica dan Res Sacra

BOLEH jadi dalam benak dan pemikiran dari sebagian kalangan penganut agama-agama, Yesus adalah Allah yang menjadi manusia merupakan sebuah “skandal” pemikiran.

Bagaimana mungkin Allah menjadi manusia? Bagaimana mungkin Yesus adalah sungguh Allah sekaligus sungguh manusia? Bagi sebagian penganut agama-agama yang percaya bahwa Allah mutlak transenden, yang maha dalam segala hal, tidak mungkin menjadi manusia.

Adalah tidak masuk akal bila manusia yang adalah ciptaan Allah tetapi kemudian Allah menjadi manusia. Tidak mungkin Allah sebagai pencipta sekaligus sebagai yang diciptakan.

Oleh karena itu, Yesus adalah sungguh Allah sekaligus sungguh manusia merupakan sebuah “skandal” pemikiran. Sulit bagi mereka menemukan rasionalitas keberadaan Yesus yang demikian.

Sungguh bijaksana bila argumentasi mengenai “skandal” tersebut kita tempatkan sebagai sebuah perkara dalam pemikiran teologis.

Biarkan itu menjadi “pekerjaan” bagi para bijak-bestari dalam bidang teologi untuk memikirkannya secara mendalam dan seksama. Biarkan para teolog (pemikir teologi) membantu kita untuk memahami problem teologis dari “skandal” tersebut.

Lalu, apa perkara kita sebagai orang biasa yang bukan teolog? Perkara kita adalah berusaha memahami natalitas Yesus sebagai titik temu “yang kudus” (res sacra) dengan “yang publik” (res publica).

Dengan harapan bahwa, sembari berusaha memahami titik temu dua hal tersebut, dari usaha itu kita pun semakin mengerti bahwa “yang publik” dan “yang kudus” bukan merupakan dua hal yang diperlawankan satu sama lain, melainkan dua hal yang saling menunjang dan menjadi medan pergumulan konkret kita sebagai manusia biasa.

Dengan demikian, sikap konkret yang kita tunjukkan dalam hidup sehari-hari adalah bukan memilih salah satu dari kedua hal itu, melainkan menjalani keduanya sebagai cara berada manusia.

Akan tetapi yang tampak vulgar dewasa ini adalah mengambil sikap memilih salah satu dan menolak yang satu lagi. Memilih “yang publik” berarti menolak “yang kudus”.

Demikian pula sebaliknya, memilih “yang kudus” berarti menolak “yang publik”. Logika memilih seperti itu, dewasa ini menguat dalam cara beragama dalam kehidupan sehari-hari.

Bentuk konkret ekstrem dari logika tersebut tampak dalam fenomena pengkafiran oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain. Pihak yang mengkafirkan memilih “yang kudus”. Pihak yang dikafirkan berada pada posisi “yang publik”.

Fenomena itu kian akut setelah diselubungi oleh para pegiatnya dengan sentimen rasial.

Momen integratif

“Res publica” merujuk pada segala perkara keseharian dalam dunia. Mulai dari berbagai aktivitas harian manusia untuk tujuan survive (mempertahankan hidup) sampai berbagai aktivitas reflektif-intelektual sebagai pemaknaan atas aktivitas manusia dalam hidup sehari-hari (dunia keseharian).

“Res publica” berdiri di atas dan berlangsung dalam skema kekuatan pikiran manusia. Dengan kata lain, dalam “res publica” manusialah yang berdaulat.

Misalnya pemilihan wali kota pada pilkada yang baru saja berlangsung, merupakan urusan politik yang berpijak pada cara kerja nalar manusia.

Calon wali kota-wakil wali kota tertentu menggunakan kecerdikan dan kelicikannya untuk memenangkan pertarungan politik pemilihan kepada daerah.

Pasangan kepada daerah tertentu memenangi pertarungan merebut suara pemilih karena mereka dan timnya cerdik dan licik. Kecerdikan dan kelicikan adalah modus operandi dari pikiran manusia.

“Res sacra” merujuk pada segala perkara religius, jauh dari hiruk-pikuk dunia keseharian. Segala aktivitas manusia tertuju dan semata-mata tertuju pada Allah yang diimani sebagai “yang kudus” yang sungguh mutlak.

Pada aras ini, aktivitas manusia tidak bertumpu pada kecerdikan dan kelicikan nalar, melainkan pada sikap tunduk dan patuh terhadap kedaulatan mutlak Allah. Posisi manusia dalam “res sacra” adalah pihak yang sepenuhnya di bawah kendali Allah.

Memasukkan sedikit saja unsur kecerdikan dan kelicikan nalar ke dalam “yang kudus” hanya akan menghasilkan noda dan cela.

Peristiwa kelahiran Yesus yang dirayakan oleh penganut Kristen – baik Katolik maupun Kristen – pada momen Natal ini merupakan perayaan atas “res publica” dan “res sacra”.

Kedua hal itu merupakan dua sisi integratif dari diri dan hidup manusia. Yesus yang lahir di Betlehem dan dibaringkan oleh Maria dan Yosef dalam palungan domba, memungkinkan manusia mengerti bahwa “yang kudus” bukan sesuatu yang berjarak dan jauh dari “yang publik”.

Peristiwa kelahiran Yesus juga memungkinkan manusia mengerti bahwa “yang publik” bukanlah hal yang dipertentangkan dengan “yang kudus”.

Peristiwa kelahiran Yesus adalah momen integratif “yang kudus” dan “yang publik”. Manusia dan hidupnya berlangsung dalam selubung “yang kudus” sekaligus “yang publik”.

Disebut momen integratif karena sebagai manusia tidak mungkin hanya memilih salah satu dan menolak yang satu lagi. Yang paling mungkin dijalankan oleh manusia adalah menjalani keduanya sebagai cara berada manusia. Bahkan kedua hal itu merupakan unsur-unsur konstitutif diri manusia.

Integrasi kedua hal tersebut sudah terlalu lama sekali dilupakan oleh manusia. Sepanjang masa pelupaan itu, yang terjadi adalah momen-momen pertarungan: “yang kudus” menaklukan “yang publik” dan sebaliknya, “yang publik” menolak “yang kudus”.

Setiap pertarungan senantiasa melahirkan korban. Manusia pulalah yang menjadi korban. Keadaan dan posisi manusia seperti inilah yang hendak ditebus oleh Yesus.

Dan penebusan secara konkret dimulai pada momen kelahiran Yesus. Penebusan itu memungkinkan manusia paham bahwa cara beradanya mengintegrasikan kedua hal tersebut dalam hidupnya sehari-hari. (Alexander Aur, Dosen Filsafat Universitas Pelita Harapan)

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/24/19420801/natal-momen-integratif-res-publica-dan-res-sacra

Terkini Lainnya

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke