Salin Artikel

Koalisi Selamatkan Konstitusi Minta Hakim Nyatakan UU MK Hasil Revisi Cacat Formil

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Selamatkan Konstitusi meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi atau UU MK hasil revisi cacat formil dan bertentangan dengan UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Hal itu disampaikan dalam petitum permohonan yang disampaikan salah satu perwakilan koalisi dalam sidang pengujian atau judicial review UU MK yang disiarkan secara daring, Kamis (19/11/2020).

Kemudian, Koalisi juga meminta MK menyatakan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berlaku kembali.

Terkait uji materiil, koalisi meminta majelis mengabulkan permohonan seluruhnya terkait beberapa pasal yang dimohonkan untuk diuji, yakni:

1. Menyatakan Pasal 15 ayat 2 huruf D UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Serta memberlakukan kembali pasal 15 ayat 2 huruf D undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

2. Menyatakan pasal 15 ayat 2 huruf H UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa dan atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan Mahkamah Agung sedang menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

3. Menyatakan Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa diajukan masing-masing tiga orang oleh hakim agung, tiga orang oleh DPR, tiga orang oleh presiden bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

  • Calon hakim konstitusi yang diusulkan bukan merupakan representasi atau perwakilan dari lembaga dan profesi dari masing-masing lembaga. Akan tetapi merupakan representasi dari publik secara luas.
  • Mahkamah Agung, DPR dan presiden sebatas pengusul dari hakim konstitusi.

4. Menyatakan penjelasan Pasal 19 UU 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa calon hakim konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

  • Pengumuman pendaftaran calon hakim konstitusi, nama-nama bakal calon hakim konstitusi, dan nama-nama calon hakim konstitusi.

5. Menyatakan Pasal 20 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

6. Menyatakan Pasal 20 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang kata objektif, akuntabel, transparan dan terbuka, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

  • A. Objektif adalah lembaga pengusul membentuk panitia seleksi untuk melakukan fit and proper test dan penilaian terhadap calon hakim konstitusi berdasarkan kriteria konstitusional dalam Pasal 24C ayat 5 UUD 1945.

    Panitia seleksi terdiri atas unsur lembaga pengusul, unsur akademisi atau pakar hukum, unsur mantan hakim konstitusi, unsur tokoh masyarakat dan unsur Komisi Yudisial. Kandidat yang terpilih untuk diusulkan menjadi hakim konstitusi ialah yang memperoleh penilaian tertinggi dari panitia seleksi.

  • B. Akuntabel adalah lembaga pengusul bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan dan Komisi Yudisial untuk memeriksakan calon hakim konstitusi yang akan digunakan sebagai pertimbangan penilaian calon hakim konstitusi oleh panitia seleksi.

  • C. Transparan adalah proses seleksi calon hakim konstitusi oleh panitia seleksi dari setiap lembaga pengusul dilakukan secara terbuka dan dapat disaksikan oleh publik secara luas.

    Setelah terpilih lembaga pengusung dan panitia seleksi menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang penilaian dan alasan pemilihan hakim konstitusi terpilih.

  • D. Terbuka adalah seluruh proses rekrutmen calon hakim konstitusi bersifat partisipatif dan terbuka bagi seluruh masyarakat.

    7. Menyatakan Pasal 23 ayat 1 huruf C UU 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimakan telah berusia 70 tahun dan atau telah menjabat selama 11 tahun.

    8. Menyatakan Pasal 59 ayat 2 UU 7 tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

    •  DPR, presiden, lembaga negara dan pihak lain yang terkait dengan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

    9. Menyatakan Pasal 87 huruf A UU Nomor 7 tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang frasa berdasarkan ketentuan undang-undang ini, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

    • Berdasarkan ketentuan undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan undang-undang nomor 8 tahun 2011.

    10. Menyatakan pasal 87 huruf B UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai:

    • Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat undang-undang ini diundangkan, tetap menjabat sebagai hakim konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan UU Nomor 8 Tahun 2011.

    "Memerintahkan putusan ini dimuat dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya, atau apabila majelis hakim konstitusi memiliki pendapat lain mohon diputus yang seadil-adilnya," ujar perwakilan koalisi.

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/19/20550311/koalisi-selamatkan-konstitusi-minta-hakim-nyatakan-uu-mk-hasil-revisi-cacat

Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke