Mengubah draf UU yang telah disahkan dalam paripurna, kata dia, jelas melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan.
Hal ini Feri sampaikan merespons dihapusnya ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi dalam draf UU Cipta Kerja. Penghapusan pasal tersebut diklaim DPR sesuai dengan kesepakatan dalam rapat Panitia Kerja DPR.
"Draf yang diajukan ke pemerintah artinya adalah draf yang disetujui bersama. Tidak bisa diklaim yang di Panja bukan begitu, lalu direvisi sesuai itu," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (23/10/2020).
Feri mengatakan, seluruh tahapan pembentukan undang-undang sudah diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), serta Tata Tertib DPR.
Draf UU yang sudah dikirim DPR ke pemerintah merupakan hasil kesepakatan bersama yang mestinya diundangkan.
Oleh karenanya, jika satu pasal saja hendak diubah, pengubahan itu harus melalui proses revisi undang-undang sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan perundang-undangan.
"Iya, harus melalui proses revisi karena tahap pengesahan itu adalah proses penandatanganan dari apa yang disetujui bersama," ujar Feri.
Feri menyebutkan, dihapusnya salah satu pasal di draf UU Cipta Kerja yang telah disahkan menunjukkan bahwa proses pembentukan UU ini berantakan secara administratif.
Baik DPR maupun Istana pun dinilai tidak memahami hukum pembentukan undang-undang dan jelas-jelas melakukan pelanggaran.
"Aneh jika pelanggaran seterbuka ini terjadi. Hal ini kian menambah jumlah poin kecacatan pembentukan undang-undang ini," kata Feri.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menjelaskan soal penghapusan ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi dalam draf UU Cipta Kerja terbaru setebal 1.187 halaman.
Willy mengatakan, pasal tersebut memang semestinya dihapus sesuai dengan kesepakatan dalam rapat panitia kerja (Panja) sebelumnya.
"Sesuai teknis perancangan karena tidak ada perubahan, maka tidak ditulis lagi dalam RUU Cipta Kerja atau harus dikeluarkan," ujar Willy saat dihubungi wartawan, Jumat (23/10/2020).
Hal senada diungkapkan Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas. Menurut Supratman, ketentuan pengubahan Pasal 46 tersebut itu telah diklarifikasi Sekretariat Negara (Setneg) ke Baleg.
Sebab, memang tidak ada kesepakatan untuk mengubah Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
"Kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus," kata Supratman.
Supratman menjelaskan, Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.
Dia mengatakan, pemerintah sempat mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menambahkan satu ayat, tetapi tidak disetujui.
Namun, Pasal 46 masih tercantum dalam naskah setebal 812 halaman yang dikirim DPR ke Setneg. Ketentuan pengubahan pasal itu sebelumnya tercantum dalam Pasal 40 angka 7.
Adapun omnibus law Undang-undang Cipta Kerja disahkan melalui rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/23/17300221/pasal-uu-cipta-kerja-dihapus-pakar-hukum-nilai-aneh-pelanggaran-sangat