Salin Artikel

Pernah Dimintai Rp 900 Miliar oleh Parpol Saat Berniat Jadi Capres, Rizal Ramli Gugat UU Pemilu

Menurut Rizal, keberadaan presidential threshold menjadi upeti bagi partai politik karena calon pemimpin diharuskan membayar "uang sewa" partai untuk dapat mencalonkan diri.

Hal ini Rizal sampaikan dalam sidang perdana uji materi ketentuan presidential threshold Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (21/9/2020).

"Yang terbaik bagi bangsa kita sulit untuk jadi bupati, jadi gubernur, atau presiden karena memang mereka tidak punya uang untuk menyewa partai-partai ini," kata Rizal dalam persidangan yang disiarkan YouTube MK RI.

"Partai-partai ini mendapatkan upeti karena ada aturan threshold harus 20 persen. Biasanya itu dua atau tiga partai yang menetapkan tarifnya dan akhirnya mereka-mereka inilah yang masuk ke dalam sistem," tutur dia.

Menurut dia, upeti yang dibayarkan calon ke partai berbeda-beda angkanya, tergantung pilkada yang diikuti.

Calon bupati lebih kecil membayar upeti dibanding calon gubernur, apalagi calon presiden. 

Ia mengatakan, upeti yang disetorkan ke partai miliaran rupiah. Angkanya minimal Rp 20 miliar hingga ratusan miliar rupiah.

Oleh karena itu, kata dia, banyak calon yang kemudian mencari "bandar" untuk dapat membiayai pencalonan mereka pada pemilu.

"Kebanyakan tentu dari calon-calon ini tidak punya uang sehingga yang terjadi adalah begitu mereka terpilih, mereka lupa dengan tanggung jawabnya kepada rakyat dan bangsa atau konstituennya, malah sibuk mengabdi kepada bandar-bandar yang membiayainya," ujar Rizal.

Ia pun menceritakan pengalamannya pada 2009. Saat itu, Rizal dilobi sejumlah partai politik yang ingin mendukungnya sebagai calon presiden.

Namun, Rizal mengaku dimintai dana yang besar.

"Satu partai partai minta Rp 300 miliar, itu tahun 2009. Tiga partai hampir Rp 900 miliar," ucap Rizal.

Oleh karena alasan inilah Rizal mengajukan uji materi ketentuan presidential threshold ke MK.

Rizal meminta Mahkamah menghapus presidential threshold agar sistem demokrasi kriminal semacam ini dapat terhapuskan, sehingga muncul calon-calon pemimpin terbaik bagi bangsa.

"Saya betul-betul mohon kepada hakim dan dewan hakim untuk mewariskan satu sistem yang bebas dari money politic, sehingga yang terbaik dari bangsa kita bisa mengubah Indonesia," kata dia.

Rizal mengajukan uji materi ke MK bersama seorang rekannya bernama Abdulrachim Kresno.

Keduanya meminta agar ambang batas presiden dihilangkan dan Mahkamah menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi.

Adapun Pasal 222 UU Pemilu berbunyi, "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya".

"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," bunyi petikan petitum dalam berkas permohonan yang diunggah laman MK RI.

https://nasional.kompas.com/read/2020/09/21/22423551/pernah-dimintai-rp-900-miliar-oleh-parpol-saat-berniat-jadi-capres-rizal

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke