Oleh karena itu, Hendardi menilai tidak heran jika masih kerap kali terjadi gesekan di tingkat prajurit.
"Sinergi kedua institusi selama ini hanya direpresentasikan oleh elit TNI-Polri dan oleh spanduk-baliho kedua pimpinan organisasi ini," kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (31/8/2020).
"Sementara, di lapangan para prajurit dibiarkan terus bergesekan," tuturnya.
Terakhir, pada Sabtu (29/8/2020) di hari, terjadi insiden penyerangan Polsek Ciracas dan sejumlah pertokoan yang dilakukan sejumlah oknum anggota TNI.
Peristiwa itu dipicu oleh seorang anggota TNI, Prada MI, yang mengaku babak belur setelah dikeroyok polisi. Padahal, hasil investigasi menunjukkan Prada MI mengalami luka-luka karena kecelakaan tunggal.
Hendardi mengatakan, ia mengapresiasi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa yang memastikan akan memecat anggota-anggota yang terlibat.
Hendardi menilai langkah tegas tersebut merupakan salah satu upaya untuk menimbulkan efek jera.
Namun, ia menilai hal tersebut belum cukup. Harus ada sinergi yang benar-benar terbangun antar prajurit TNI-Polri.
Menurut Hendardi, ketegangan TNI-Polri selama ini selalu diatasi dengan langkah-langkah artifisial, simbolis, dan tidak struktural. Misalnya, aksi gendong-gendongan antara anggota, apel bersama dan lain-lain.
Padahal, hal tersebut sama sekali tidak mengatasi persoalan sesungguhnya.
Hendardi pun mendorong TNI-Polri mendesain mekanisme sinergi kelembagaan yang konstruktif hingga ke tingkat prajurit lapangan.
Selain itu, ia juga mendorong adanya reformasi di tubuh TNI, salah satunya dengan revisi Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Dengan revisi itu, ia berharap oknum TNI yang melakukan tindak pidana umum bisa diadili di peradilan umum.
"Meskipun duduk perkara telah terang benderang dan KSAD sudah mengambil langkah positif, upaya reformasi di tubuh TNI tetap menjadi kebutuhan," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/31/17554741/sinergi-tni-polri-dinilai-masih-elitis