Salin Artikel

Setelah Tangkap Djoko Tjandra, Polisi Diminta Tuntaskan Dua Kasus Ini

Ada beberapa kasus lain yang harus diselesaikan. Salah satunya, yakni kasus terkait penerbitan surat palsu oleh pejabat di Bareskrim Polri sebagaimana tertuang dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP.

"Adapun poin ini merujuk pada tindakan yang bersangkutan saat menggunakan surat jalan dari Polri agar bisa melarikan diri," kata Kurnia melalui keterangan tertulisnya, Jumat (31/7/2020).

Selain itu, juga ada kasus dugaan suap Djoko Tjandra terhadap beberapa oknum aparat penegak hukum.

Suap tersebut diberikan dalam rangka memudahkan pelarian Djoko yang telah berlangsung selama 11 tahun.

"Polri harus segera berkoordinasi dengan KPK untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh Djoko Tjandra ataupun advokatnya terhadap pihak-pihak yang membantu pelariannya selama ini," ujar dia.

Diketahui, ada beberapa aparat penegak hukum yang diduga terlibat dalam kasus pelarian Djoko Tjandra.

Pertama adalah mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Bareskrim Polri menetapkan Prasetijo sebagai tersangka dalam kasus pelarian Djoko Tjandra.

Prasetijo diduga telah membuat dan menggunakan surat palsu. Dugaan tersebut dikuatkan dengan barang bukti berupa dua surat jalan, dua surat keterangan pemeriksaan Covid-19, serta surat rekomendasi kesehatan.

"Terkait konstruksi pasal tersebut, maka tersangka BJP PU telah menyuruh membuat dan menggunakan surat palsu tersebut, di mana saudara AK dan JST berperan menggunakan surat palsu tersebut," kata Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (27/7/2020).

Kemudian, Prasetijo diduga tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Polri atau penegak hukum karena telah membiarkan atau memberi pertolongan kepada Djoko Tjandra.

Prasetijo juga diduga telah menghalangi penyidikan dengan menghilangkan sebagian barang bukti.

"Tersangka BJP PU sebagai pejabat Polri menyuruh Kompol Joni Andriyanto untuk membakar surat yang telah digunakan dalam perjalanan oleh AK dan JST, termasuk tentunya oleh yang bersangkutan (Prasetijo)," ucap dia.

Prasetijo pun disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.

Selain Prasetijo, juga ada Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari, yang dinyatakan melanggar disiplin karena pergi ke luar negeri.

Pinangki diperiksa setelah fotonya bersama seseorang yang diduga Djoko Tjandra serta pengacaranya, Anita Kolopaking, beredar di media sosial. Pertemuan itu diduga terjadi di Malaysia.

"(Pinangki) terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, yaitu telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapat izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali dalam tahun 2019," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2020).

Dari sembilan kali perjalanan tanpa izinnya tersebut, Pinangki diketahui pergi ke Singapura dan Malaysia. Dalam salah satu perjalanan itu, Pinangki diduga bertemu Djoko Tjandra.

"Diduga (yang ditemui) itu adalah terpidana. Tapi, karena kami tidak bisa meminta keterangan yang bersangkutan, dari keterangan Anita Kolopaking, diduga adalah terpidana itu. Ini masih dugaan," ucap dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/31/12434071/setelah-tangkap-djoko-tjandra-polisi-diminta-tuntaskan-dua-kasus-ini

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke