Langkah tersebut dilakukan Tim Surveilans Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang hingga saat ini aktif melakukan tes dan penyelidikan epidemiologi dengan melakukan active case finding dan contact tracing sejak 4 Juni 2020 hingga 26 Juli 2020.
"Ini betul-betul kami (Tim Surveilans) yang menghampiri lalu melakukan tes apakah positif atau tidak," ujar Dewi sebagaimana dikutip dari siaran pers Satgas Covid-19, Kamis (30/7/2020).
"Jadi ini adalah bentuk aktifnya surveilans berjalan, contact tracing dan active case finding juga berjalan. Kemudian dari seluruh kasus kita lihat jadi kontribusinya berasal dari klaster mana saja," tuturnya.
Dia mengungkapkan, melalui contact tracing tersebut, ditemukan sebanyak 3.567 kasus atau sebanyak 28 persen.
Kemudian, ditelusuri lagi dengan siapa pasien berkontak erat dan menyumbangkan kasus sebesar 29 persen.
"Hingga saat ini, pasien rumah sakit masih menempati peringkat pertama sekitar 42 persen, kemudian pasien di komunitas di peringkat kedua dengan angka yang cukup besar sekitar 39 persen," ujar Dewi.
Selanjutnya untuk klaster Anak Buah Kapal (ABK) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sekitar 5,8 persen.
Kemudian pasar di peringkat keempat sekitar 4, 3 persen, diikuti dengan cluster perkantoran sekitar 3,6 persen.
Sisanya adalah pegawai tenaga kesehatan dari rumah sakit, puskesmas, rutan, dan panti yang turut menyumbang kasus positif di DKI Jakarta.
Dewi mengungkapkan, kasus-kasus tersebut dapat diketahui karena Tim Surveilans DKI Jakarta yang aktif dalam melakukan pemeriksaan terhadap warganya bahkan melebihi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 1.000 per 1.000.000 penduduk dalam waktu satu minggu.
"Jadi kalau DKI Jakarta kita ambil angka bulat 10 juta, maka satu minggunya dilakukan pemeriksaan standarnya adalah 10.000," ucap Dewi.
Kemudian bertambah lagi 27.000 dan di pekan terakhir ini meningkat sampai 40.000 pemeriksaan dalam waktu satu minggu. Jumlah ini sudah melebihi standar WHO.
Kemudian, pada masa PSBB transisi, Dewi menjelaskan klaster baru di DKI Jakarta dengan jumlah kasus paling banyak adalah lokal transmisi yang berasal dari pemukiman hasil, sebanyak 283 klaster dengan 1,178 kasus.
Kedua adalah perkantoran terdapat 90 klaster dengan 459 kasus.
Kemudian diikuti dengan pasar sebanyak 107 klaster, fasilitas kesehatan sebanyak 124 klaster dan rumah ibadah sebanyak 9 klaster dengan total 114 kasus yang berada di gereja, masjid, asrama pendeta, pesantren, bahkan kelompok tahlilan.
Dewi kembali mengingatkan apabila ada kegiatan sosial seperti berkumpul bersama, harus tetap mengutamakan protokol kesehatan.
"Protokol kesehatan harus tetap diterapkan, jangan sampai lengah dan menjadi tidak waspada terhadap penularan Covid-19," tuturnya.
Klaster perkantoran meningkat
Hingga 28 Juli 2020, klaster perkantoran di DKI Jakarta mencapi 90 klaster dengan total kasus 459.
Angka tersebut bertambah sembilan kali lipat pada masa PSBB transisi.
Kantor yang menjadi klaster pun beragam mulai dari Kementerian, Lembaga/badan, BUMN, Kepolisian, Kantor di lingkungan Pemda DKI Jakarta sampai swasta.
Dewi kembali menegaskan bahwa protokol kesehatan tetap harus diterapkan dengan disiplin di mana saja.
"Di mana pun kita berada harus mematuhi dan disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin jaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan," ujar Dewi.
"Atau pastikan tangan steril sebelum menyentuh hidung, mata, dan mulut karena individu bisa terjangkit dimana saja, bisa jadi di kantor, di perjalanan, hingga di rumah," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/30/09554551/muncul-klaster-baru-dan-jakarta-yang-giat-lakukan-surveilans-covid-19