"ICW mendesak agar hakim dapat menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh buronan Kejaksaan tersebut," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Minggu (19/7/2020) kemarin.
Hari ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menjadwalkan sidang PK Djoko Tjandra.
Kurnia menyampaikan, ada tiga alasan yang menurutnya bisa jadi dasar bagi hakim menolak PK Djoko Tjandra.
Pertama, kuasa hukum Djoko tidak pernah menghadirkan Djoko ke muka sidang. Padahal, sidang digelar sebanyak dua kali yakni pada Senin (29/6/2020) dan Senin (6/7/2020).
"Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa Djoko Tjandra tidak kooperatif terhadap persidangan," ujar Kurnia.
Kedua, lanjut Kurnia, Djoko Tjandra selaku pemohin wajib hadir saat mendaftarkan dan mengikuti pemerksaan persidangan PK sebagaimana diatur pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 dan Pasal 265 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Ketiga, Djoko Tjandra selama ini diketahui tidak kooperatif terhadap penegakan hukum dengan melaikan diri dari putusan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
"Sehingga, majelis hakim semestinya dapat bertindak obyektif dan juga turut membantu penegak hukum (Kejaksaan) dengan tidak menerima permohonan PK jika tidak dihadiri langsung oleh yang bersangkutan," kata Kurnia.
PN Jakarta Selatan sebelumnya memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung.
MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.
Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/20/07481911/icw-hakim-harus-tolak-pk-djoko-tjandra