"Pemeriksaan yang dilakukan di Gedung Bundar hari ini memeriksa 3 orang saksi," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono dalam keterangan tertulis, Kamis (2/7/2020).
Ketiga saksi yang diperiksa, yakni Direktur PT Berkah Anugerah Shabilla Batam Dewi Sulastri.
Kemudian Pimpinan Kerja Sama Operasional (KSO) Sucofindo-Surveyor Indonesia Erwin Ernano Hoesni dan Pelaksana Pemeriksa Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam Saiful Amri Sinaga.
Hari menjelaskan, pemeriksaan tersebut dilakukan guna mencari dan mengumpulkan bukti tentang proses impor tekstil barang dari luar negeri.
"Khususnya tekstil, apa, bagaimana, syarat dan prosedurnya yang sering dilakukan oleh para pengusaha importer tekstil, PPJK serta bagaimana aturan yang seharusnya," katanya.
Hari menambahkan bahwa pemeriksaan para saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19.
Pencegahan tersebut antara lain dilaksanakan dengan memperhatikan jarak aman antara saksi dengan penyidik yang sudah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
"Serta bagi para saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan," terang dia.
Kasus ini bermula dari penemuan 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) di Pelabuhan Tanjung Priok, pada 2 Maret 2020.
Setelah dicek, Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok menemukan jumlah dan jenis barang dalam kontainer tidak sesuai dengan dokumen.
Setelah dihitung, terdapat kelebihan fisik barang, masing-masing untuk PT PGP sebanyak 5.075 roll dan PT FIB sebanyak 3.075 roll.
Berdasarkan dokumen pengiriman, kain tersebut seharusnya berasal dari India. Padahal, kain-kain tersebut berasal dari China dan tidak pernah singgah di India.
Dalam temuan Kejagung, kapal yang mengangkut kontainer tersebut berangkat dari pelabuhan di Hongkong, singgah di Malaysia dan bersandar di Batam.
Dari titik awal, yaitu Hongkong, kontainer mengangkut kain jenis brokat, sutra dan satin. Namun, muatan tersebut dipindahkan tanpa pengawasan otoritas berwajib di Batam.
Muatan tersebut dipindahkan ke kontainer yang berbeda di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kawasan Pabean Batu Ampar tanpa pengawasan oleh Bidang P2 dan Bidang Kepabeanan dan Cukai KPU Batam.
Setelah muatan awalnya dipindahkan, kontainer yang sama diisi dengan kain yang lebih murah, yaitu kain polyester.
Kontainer dengan muatan baru itu selanjutnya diangkut dengan kapal yang berbeda ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Tujuan seharusnya adalah Kompleks Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung, Jakarta Timur.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi terkait impor tekstil pada Ditjen Bea dan Cukai tahun 2018 sampai 2020.
Lima tersangka tersebut, yakni Kepala Seksi Pelayanan Pabean dan Cukai (PPC) I pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam Haryono Adi Wibowo.
Kemudian, Kepala Seksi PPC II KPU Bea dan Cukai Batam Kamaruddin Siregar dan Kepala Seksi PPC III KPU Bea dan Cukai Batam Dedi Aldrian.
Tersangka lainnya yaitu, Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC) KPU Bea dan Cukai Batam Mukhamad Muklas.
Terakhir, pemilik PT FIB dan PT PGP Irianto.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/02/21240881/kejagung-periksa-3-saksi-terkait-kasus-dugaan-korupsi-impor-tekstil