"Saya ingin sampaikan bahwa memberantas konflik kepentingan atau benturan kepentingan itu adalah sesuatu yang sangat berat," kata Laode dalam sebuah diskusi online, Jumat (24/4/2020).
Laode menuturkan, konflik kepentingan itu terjadi ketika KPK akan menangkap seorang bupati yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Laode.
Kendati demikian, Laode tak ambil pusing soal itu. Ia bersama pimpinan lainnya meneken surat penangkapan dan akhirnya si bupati ditangkap.
"Ya sudah dia akhirnya ditangkap, but can you imagine keluarga kamu yang anak saya suka makan ketika pulang sekolah di rumah adiknya bupati itu di Jakarta sini tapi saya diam saja, saya tutup mata," kata Laode.
Ia mengatakan, peristiwa itu rupanya turut menjadi perbincangan di keluarganya. Saat Lebaran tiba, orangtuanya empat bertanya soal si bupati yang ditangkap KPK itu.
"Ibu saya nanya, 'Kasihan ya adik kamu ditangkap'. Ya saya bilang, 'Ya ma, saya bilang dulu karena saya sudah di KPK dia harus hati-hati kalau dia jadi bupati," ujar Laode.
Kakak si bupati, lanjut Laode, pun sempat mengajak Laode untuk bertamu di rumahnya saat Lebaran tiba untuk bersilaturahmi.
"Kebayang enggak sih saya penjarain adiknya seperti itu tapi masih ajak saya pergi ke rumahnya untuk silaturahim," kata Laode.
Ia mengatakan, konflik kepentingan itu tidak hanya dapat terjadi kepadanya tetapi juga kepada para pegawai KPK.
Oleh karena itu, pada masa pimpinan Laode, ada aturan di KPK yang melarang pegawai berstatus suami-istri atau adik-kakak semata-mata mencegah adanya konflik kepentingan.
"Salah satunya harus mengundurkan diri, dan sampai sekarang, kalau belum diubah, itu tetap berlaku. Seperti enggak manusiawi tapi ini untuk menjaga jangan sampai terjadi conflict of interest," kata Laode.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/24/19303231/cerita-laode-lawan-konflik-kepentingan-saat-kpk-tangkap-bupati-yang-ada