Salin Artikel

Saksi Ahli: Pemblokiran Internet Tak Dibenarkan dalam Prinsip HAM

JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Ahli Fakultas Hukum Univeristas Airlangga Herlambang Perdana Wiratama mengatakan, throttling (pelambatan akses) dan blocking (pemblokiran) internet tidak dibenarkan terkait prinsip hak asasi manusia (HAM).

Hal itu ia ungkapkan saat menjadi saksi ahli 1 dalam sidang gugatan penutupan akses internet di Papua dan Papua Barat saat terjadi konflik Agustus 2019 lalu.

"Justifikasi throttling apalagi blocking tak dibenarkan dalam HAM," kata Herlambang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (11/3/2020).

Pernyataan tersebut disampaikan Herlambang menjawab pertanyaan majelis hakim dengan Hakim Ketua Nelvy Christin yang meluruskan pertanyaan pihak tergugat.

Tergugat menanyakan tentang kapan dan dalam keadaan apa pemerintah harus melakukan throttling.

Herlambang menjelaskan, ketika pembatasan akan dilakukan, maka akan ada mekanisme internal yang dilakukan pemerintah untuk mendapatkan informasi.

Hal tersebut, kata dia, bisa menjadi bahan pertimbangan dari pemerintah saat akan melakukan sebuah tindakan.

"Informasi itu dikelola pemerintah. Di saat apa dia bisa mengeluarkan? Di saat pada titik standar-standar. Kalau dari kacamata HAM, pemerintah punya kewajiban di situ untuk memberikan jaminan perlindungan HAM, termasuk ketika melakukan pembatasan dalam alasan-alasan Pasal 19 Ayat 3 UU ICCPR," kata dia.

Alasan-alasan tersebut antara lain, soal keamanan nasional, kepentingan publik, dan beberapa hal lainnya.

Ia mencontohkan, pemerintah saat ini bisa mengeluarkan perintah agar publik tidak keluar terlebih dahulu karena kasus virus corona.

"Boleh dibatasi mobilitasnya tapi pemerintah harus sajikan kenapa ini dibatasi dan itu tidak boleh siaran pers harus tegas melalui keputusan," kata dia.

Herlambang juga memastikan bahwa dalam hal pembatasan dengan tujuan melindungi keamanan nasional, tunduk pada Pasal 4 Ayat 3 dan Pasal 19 Ayat 3 dengan persyaratan yang lebih ketat.

Hal tersebut disampaikan menjawab pertanyaan selanjutnya dari tergugat.

Tergugat mempertanyakan soal pembatasan yang hanya sebagian kecil yakni meliputi data internet, apakah bisa dibenarkan karena negara bertujuan untuk melindungi keamanan nasional.

Menurut pasal tersebut, kata dia, pembatasan bisa saja dilakukan tetapi jika alasannya adalah keamanan nasional maka syaratnya lebih panjang.

"Sebagai pemerintah harus notifikasi ke PBB, Presiden harus tetapkan emergency situation karena itu nasional bukan lokal," kata dia.

Adapun pernyataan otoritas keamanan lokal, dalam hal ini Kapolda Papua yang menyatakan keadaan tak stabil, dikatakannya dapat menjadi pertimbangan pemerintah pusat.

"Saya tidak bisa menilai, tapi yang bisa saya katakan standar itu harus diperjelas kepada publik apa maksudnya," kata dia.

Dalam sidang gugatan penutupan akses internet di Papua dan Papua Barat saat terjadi konflik Agustus 2019 lalu menghadirkan dua saksi ahli dari pihak penggugat dalam sidang di PTUN, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (11/3/2020).

Pihak penggugat yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan SAFEnet dengan kuasa hukum LBH Pers, YLBHI, Kontras, ICJR, dan Elsam menghadirkan Dosen Ahli Fakultas Hukum Univeristas Airlangga Herlambang Perdana Wiratama dan Dosen Ahli Fakultas Hukum UGM Oce Madril.

Adapun mereka yang tergugat adalah pemerintah, yakni Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) serta Menteri Komunikasi dan Informatika.

Gugatan perkara tersebut tercatat sebagai perkara nomor 230/G/2019/PTUN-JKT.

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/11/17125911/saksi-ahli-pemblokiran-internet-tak-dibenarkan-dalam-prinsip-ham

Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke