JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dalam rangkaian operasi tangkap tangan di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/1/2020).
Setelah melalui pemeriksaan intensif dan proses gelar perkara, Saiful ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Sidoarjo.
"Pada tanggal 7 Januari 2020, IGR (Ibnu Ghopur, pengusaha) diduga menyerahkan fee proyek kepada SSI (Saiful) Bupati Sidoarjo sebesar Rp 350 juta dalam tas ransel melalui N (Noviyanto), ajudan bupati di rumah dinas bupati," kata Wakil KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (8/1/2020).
Alex mengatakan, total ada uang Rp 550.000.000 yang mengalir ke kantong Saiful.
Sedangkan Rp 200.000.000 lainnya diberikan Ibnu melalui Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Sanadjihitu Sangadji pada Oktober 2019.
Kasus ini bermula ketika perusahaan kontraktor milik Ibnu mengikuti pengadaan sejumlah proyek milik Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Sumber Daya Air (Dinas PU dan BMSDA) Sidoarjo.
Pada Juli 2019, Ibnu bertemu dengan Saiful untuk menyampaikan proyek yang ia inginkan.
Namun, ia menyebut ada proses sanggahan dalam pengadaannya, sehingga ia bisa tidak mendapatkan proyek tersebut.
"IGR meminta kepada SSI untuk tidak menanggapi sanggahan tersebut dan memenangkan pihaknya dalam Proyek Jalan Candi-Prasung senilai Rp 21,5 miliar," ujar Alex.
Pada Agustus-September, Ibnu melalui beberapa perusahaannya pun memenangkan empat proyek, termasuk proyek Jalan Candi-Prasung.
"Setelah menerima termin pembayaran, IGR bersama TSM (Totok Sumedi) diduga memberikan sejumlah fee kepada beberapa pihak di Pemerintah Kabupaten Sidoarjo," kata Alex.
Selain Saiful, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Sidoarjo Sunarti Setyaningsih serta pejabat pembuat komitmen pada Dinas PU dan BMSDA Sidoarjo Judi Tetrahastoto juga diduga menerima uang dari Ibnu dan Totok.
Sunarti diduga menerima Rp 240.000.000 sedangkan Judi diduga menerima Rp 200.000.000 pada 3 Januari 2020 lalu.
Penerimaan tersebut di luar dari sejumlah uang yang akan diserahkan pada Selasa lalu ketika nama-nama di atas terjaring dalam operasi tangkap tangan.
KPK pun telah menetapkan enam orang tersangka yaitu Saiful, Sunarti, Judi, Sanadjihitu, Ibnu, dan Totok.
Sita Rp 1,8 Miliar
Alex mengatakan, KPK mengamankan uang senilai total Rp 1.813.300.000 dalam rangkaian operasi tangkap tangan tersebut.
"KPK akan mendalami lebih lanjut terkait dengan hubungan barang bukti uang dalam perkara ini," ucap Alex.
Bila dirinci, uang Rp 1.813.300.000 tersebut diperoleh di sejumlah lokasi penangkapan yaitu
- Rp 259.000.000 disita di parkiran rumah dinas Bupati Sidoarjo saat KPK mengamankan Ibnu, Totok, dan staf Ibnu yang bernama Iwan
- Rp 350.000.000 disita dari tas ransel yang terdapat di ruang kerja Saiful ketika KPK mengamankan Saiful dan seorang ajudan bernama Budiman.
- Rp 225.000.000 disita dari rumah pribadi Sunarti.
- Rp 229.300.000 disita dari rumah pribadi Judi.
- Rp 750.000.000 disita dari sebuah ransel saat KPK mengamankan dua staf Ibnu di kantor perusahaan milik Ibnu.
OTT perdana
Operasi tangkap tangan ini merupakan operasi tangkap tangan perdana KPK periode 2019-2023 sekaligus yang pertama setelah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK berlaku.
Alex menyatakan, operasi tangkap tangan ini bukanlah bentuk jawaban atas kritik masyarakat yang sempat meragukan komitmen pimpinan KPK dalam melaksanakan operasi tangkap tangan.
"Inilah jawaban dari informasi yang disampaikan masyarakat, bukan jawaban atas kritik yang disampaikan dari masyarakat," kata Alex.
Alex mengatakan, pimpinan KPK periode ini pun tidak risau apabila tidak ada operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK.
Namun, Alex menyebut bahwa operasi tangkap tangan mesti dilaksanakan bilamana terdapat informasi kuat mengenai adanya praktik tindak pidana korupsi.
"Pimpinan tidak mengabaikan laporan dari masyarakat, informasi dari masyaeakat, kalau ada tinsak pidana yang dilakukan aparat dan birokrat di daerah, tetap akan kita tindak lanjuti," kata Alex menegaskan.
Alex menambahkan UU KPK hasil revisi yang mewajibkan pimpinan KPK untuk memperoleh izin penyadapan dari Dewan Pengawas KPK juga tidak terlalu menghambat penyelidikan kasus ini.
Pasalnya, izin penyadapan dan surat perintah penyelidikan sudah diterbitkan oleh pimpinan KPK periode sebelumnya ketika Dewan Pengawas KPK belun terbentuk.
"Penyelidikan terhadap kasus di Sidoarjo ini sudah berlangsung lama, satu tahun, kemudian baru kena OTT pada tahun 2020. Jadi ini bukan suatu hal yang seketika, jadi prosesnya yang lama," ujar Alex.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/09/06372051/ott-bupati-sidoarjo-gebrakan-perdana-firli-dkk-hingga-uang-sitaan-rp-18