Dalam putusan kasasi, MA memotong masa hukuman Idrus menjadi dua tahun penjara setelah sebelumnya divonis lima tahun penjara di tingkat banding.
"ICW tidak lagi kaget melihat putusan MA yang mengurangi hukuman dari terdakwa Idrus Marham. Sebab, kondisi peradilan Indonesia memang banyak belum berubah, tren memberikan vonis ringan bagi pelaku korupsi rasanya masih sering terjadi," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulis, Rabu (4/12/2019).
ICW menilai, Mahkamah Agung tidak keberpihakan pada pemberantasan korupsi. Alasannya, MA kerap memberi vonis ringan kepada terdakwa kasus korupsi.
Sepanjang tahun 2007 sampai 2018, ICW mencatat, setidaknya ada 101 narapidana kasus korupsi dibebaskan oleh MA.
ICW pun mempertanyakan alasan MA memberi vonis ringan kepada Idrus karena Idrus sudah terbukti bersalah dalam kasus PLTU-Riau. Apalagi, vonis di tingkat banding lebih berat daripada putusan tingkat pertama.
"Tak salah jika banyak pihak menilai pengurangan hukuman bagi Idrus Marham dipastikan akan meruntuhkan citra MA di mata publik," ujar Kurnia.
Oleh sebab itu, Kurnia meminta Mahkamah Agung berbenah dan memiliki kesamaan visi dalam pemberantasan korupsi.
"Semestinya jika seseorang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan korupsi tidak ada lagi pengurangan-pengurangan hukuman. Bahkan akan lebih baik jika diberikan hukuman maksimal," kata Kurnia.
Di samping itu, ICW mencatat, sepanjang tahun 2018 saja rata-rata hukum terhadap pelaku korupsi hanya menyentuh 2 tahun 5 bulan penjara.
"Jadi cita-cita negara ingin memberikan efek jera bagi pelaku korupsi masih jauh dari harapan," ucap Kurnia.
Adapun hakim Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di tingkat kasasi.
Idrus terjerat dalam kasus suap terkait kesepakatan terkait proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
"Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2019).
"Kemudian MA menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar dia.
Pada tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara.
Saat itu Idrus diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara.
Saat itu, mantan menteri sosial itu diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
"Menurut majelis hakim kasasi, kepada Terdakwa lebih tepat diterapkan dakwaan melanggar Pasal 11 UU Tipikor yaitu menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt Ketua Umum Golkar," kata Andi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/04/13163511/ma-ringankan-hukuman-idrus-marham-icw-tidak-kaget