Hal itu ia ungkapkan dalam menanggapi rencana pemerintah menghidupkan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai upaya penuntasan kasus.
"Penuntasan kasus harus berjalan paralel. Tetap harus disediakan kemungkinan untuk mekanisme peradilan itu berjalan," ujar Taufik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Menurut Taufik, penuntasan kasus HAM masa lalu melalui pengadilan perlu dilakukan untuk menghentikan praktik impunitas atau kejahatan yang terjadi tanpa ada penyelesaian melalui proses pemidanaan.
Sementara itu, opsi penuntasan melalui KKR diambil ketika terdapat kesulitan dalam hal pembuktian di pengadilan.
Misalnya, kurangnya alat bukti atau keterangan saksi atas sebuah kasus.
"Ketika ada pelanggaran masa lalu tidak dituntaskan maka akan terjadi impunitas, sebuah kejahatan tanpa ada penyelesaian," kata Taufik.
"Tapi di sisi lain kita juga harus membuka peluang ketika ada kesulitan dalam hal membawa ke pengadilan ada ruang lain yaitu pengungkapan kebenaran melalui KKR," tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, wacana menghidupkan kembali KKR untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM pada masa lalu masih dibahas.
KKR pernah dibentuk tahun 2004 lalu untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Namun, KKR bubar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pada 2006.
Berdasarkan penuturan Jaksa Agung ST Burhanuddin, saat ini terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan.
Sebanyak 8 kasus terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Kedelapan kasus tersebut adalah Peristiwa 1965, peristiwa Penembakan Misterius (Petrus), Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II tahun 1998, peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Simpang KKA, Oeristiwa Rumah Gedong tahun 1989, Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.
Sedangkan empat kasus lainnya yang terjadi sebelum terbitnya UU Pengadilan HAM, yakni peristiwa Wasior, Wamena dan Paniai di Papua serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/26/19275061/anggota-komisi-iii-penuntasan-kasus-ham-lewat-pengadilan-harus-tetap