Salin Artikel

Mampukah Kabinet Baru Tancap Gas?

PASCAPELANTIKAN Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 pada Minggu (20/10/2019) lalu, seluruh perhatian terfokus pada susunan kabinet pemerintahan Jokowi jilid kedua.

Teka-teki susunan kabinet baru Presiden Jokowi, yang spekulasinya telah meramaikan jagad politik Tanah Air selama berbulan-bulan, perlahan-lahan mulai terkuak.

Sejak Senin hingga Selasa (21-22/10/2019), satu per satu sosok calon menteri dipanggil ke Istana untuk diwawancarai oleh Presiden Jokowi.

Hingga Selasa sore, tercatat telah 34 orang dipanggil oleh Presiden ke Istana, baik dari kalangan partai maupun nonpartai.

Meskipun susunan resmi kabinet baru akan diumumkan oleh Presiden pada Rabu (23/10/2019) pagi, teka-teki terbesar yang paling menyita perhatian publik, yakni tentang bergabungnya Partai Gerindra dalam pemerintahan, terjawab sudah.

Senin, Ketua Umum Partai Gerindra yang juga rival Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto, datang ke Istana bersama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Edhy Prabowo.

Kepada wartawan usai bertemu Presiden, Prabowo mengatakan dirinya diminta untuk memperkuat kabinet di bidang pertahanan.

“Saya sudah sampaikan keputusan kami dari Gerindra apabila diminta kami siap membantu dan hari ini resmi diminta,” ujar Prabowo.

Sementara Edhy Prabowo juga diminta untuk memperkuat kabinet. Namun, posisinya masih menunggu pengumuman resmi yang akan disampaikan Presiden Jokowi pada Rabu.

Hingga Selasa Sore, dari barisan partai oposisi, hanya Partai Gerindra yang tokohnya dipanggil ke Istana. Tak satu pun tokoh dari partai oposisi lain yang tampak menyambangi Istana.

Sebelumnya, selain Partai Gerindra, PAN dan Partai Demokrat juga disebut-sebut berpeluang bergabung dalam kabinet.

Bersama PKS, ketiganya (Gerindra, Demokrat, dan PAN) merupakan pendukung Prabowo Subianto yang berhadapan dengan Joko Widodo pada Pilpres 2019.

Bergabungnya partai oposisi pada Pemilu 2019, terutama Gerindra sebagai motornya, ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi menghadirkan pro dan kontra.

Begitu pun keuntungan dan kerugian bagi Presiden Jokowi. Tak terelakkan pula memunculkan berbagai spekulasi politik terkait kepentingan Pilpres 2024.

Bergabungnya kekuatan oposisi ke dalam rezim pemerintahan, yang kerap digaungkan atas nama kepentingan bangsa, setidaknya akan berpengaruh pada dua dimensi: kehidupan demokrasi dan efektivitas kerja kabinet.

Untung rugi bergabungnya Gerindra ke dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo akan dibahas dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (23/10/2019), yang disiarkan di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Mampukah kabinet mendatang langsung tancap gas melaksanakan prioritas kerja yang telah dicanangkan?

Ketiadaan kekuataan riil oposisi

Dengan bergabungnya Gerindra ke dalam kabinet, maka praktis tidak ada kekuatan oposisi yang riil bagi pemerintahan Presiden Jokowi di Parlemen.

Bahkan, sebelum bergabungnya Gerindra yang memiliki 78 kursi di DPR, Presiden Jokowi sebenarnya sudah mengamankan dukungan di Parlemen melalui koalisi partai-partai pendukungnya pada pilpres lalu yang menguasai lebih dari 60% kursi.

Kekuatan oposisi di Parlemen berdasarkan hitung-hitungan politik kini hanya dijalankan oleh PKS, dan kemungkinan juga oleh PAN dan Demokrat.

Kedua partai ini diprediksi akan mengambil sikap “kritis” terhadap pemerintah setelah tak diajak bergabung dalam kabinet. Gabungan suara ketiga partai tersebut di DPR kurang dari 26%.

Dalam tatanan demokrasi yang sehat, dibutuhkan kekuatan oposisi yang riil di Parlemen sebagai penyeimbang pemerintah.

Mereka menjalankan fungsi kontrol yang sifatnya horizontal terhadap pemerintah. Dalam proses pembuatan undang-undang, misalnya, tanpa oposisi yang kuat, Parlemen hanya akan menjadi tukang stempel bagi pemerintah.

Sementara itu, kehadiran Gerindra dalam kabinet tak bisa dipungkiri berpotensi menghadirkan friksi.

Seperti diberitakan, Gerindra bergabung dengan membawa konsep yang ditawarkan kepada Presiden Jokowi.

Tidak ada yang bisa memastikan konsep tersebut bisa berpadu-padan dengan konsep yang telah dimiliki oleh Jokowi dan koalisinya pada pilpres lalu.

Seperti diketahui, saat kontestasi pilpres, tidak sedikit konsep Prabowo Subianto yang memiliki perbedaan tajam dengan konsep Jokowi.

Sebut saja soal hutang, impor pangan, ataupun konsep penyaluran subsidi bagi masyarakat miskin dan pengangguran.

Kalau pun dirangkulnya Gerindra ke dalam pemerintah bukan karena masalah konseptual seperti yang digembar-gemborkan, maka wajar jika muncul spekulasi bahwa semua manuver politik ini demi kepentingan 2024.

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/23/07335541/mampukah-kabinet-baru-tancap-gas

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke