Salin Artikel

Demokrasi yang Kesepian

Dukungan untuk Bambang Soesatyo juga datang dari Partai Gerindra yang semula diberitakan hendak mengusung seorang kadernya menduduki jabatan puncak di MPR itu.

Tiga hari sebelumnya, Selasa 1 Oktober 2019, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani Nakshatra Kusyala, resmi menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024.

Puan dicalonkan oleh PDIP sebagai pemenang Pemilu 2019 sekaligus mayoritas pemegang kursi di parlemen.

Terakhir, senator dari Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Mattalitti, juga meraih suara terbanyak anggota Dewan Perwakilan Daerah untuk menduduki jabatan Ketua DPD RI periode 2019-2024.

Apa yang bisa kita baca dari tiga jabatan puncak di Senayan ini? Mereka adalah trio petinggi dari satu kubu belaka: koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo, presiden yang kader partai PDI Perjuangan.

Jabatan-jabatan terpenting di Senayan ini adalah gambaran puncak dari peta kekuatan di parlemen saat ini di mana mayoritas pemilik kursi-kursi DPR adalah partai pendukung pemerintah.

Sementara figur Ketua DPD, La Nyalla, kita tahu telah mendeklarasikan secara pribadi dukungannya kepada Presiden Jokowi.

Dari 575 kursi di DPR, koalisi partai pendukung Jokowi di pemilihan presiden lalu -- yang terdiri dari PDIP, Golkar, NasDem, PKB, dan PPP -- memiliki 349 kursi atau 60 persen. Sementara gabungan kursi empat partai lainnya hanya berjumlah 226 kursi atau 40 persen kursi DPR.

Melihat peta sebaran kekuasaan di eksekutif dan legislatif ini, yang terlihat adalah suasana politik yang begitu nyaman, tenteram, dan damai.

Tapi di balik ketenteraman itu sebenarnya terdapat ancaman yang nyata: kekuasaan tanpa penyeimbang yang memadai karena posisi partai oposisi kurang memadai. Pendulum kekuasaan berayun tidak di garis yang sama panjang.

Demokrasi di Indonesia terancam kesepian.

Dalam demokrasi, oposisi dibutuhkan untuk menyoal apa yang dilakukan oleh pemerintah: motif, tujuan, cara dan mekanisme pencapaian tujuan serta progres dari rencana tersebut.

Peranan oposisi di parlemen adalah menjaga akuntabilitas dan transparansi pemerintah. Ini yang acapkali kita sebut check and balances.

Dengan peta kekuatan di parlemen kita di atas, mudah dinujum, pemerintah akan berlenggang kangkung dalam menjalankan program-progrmanya, karena kekuatan yang merewelinya kelak, sangat lemah.

Bisa jadi, DPR kita di hari-hari mendatang, bakal jadi tukang stempel dan para anggota dewan yang mulia sangat mahir berteriak: “setujuuuuuu”. Praaak, praaak, praaaak, palu sidang diketuk tiga kali.

Bila ini memang terjadi, perselingkuhan politik untuk keuntungan sesaat, mudah sekali terjalin. Di mana-mana, dan kapan pun, perselingkuhan itu selalu ditampik dan berujung negatif.

Bisa jadi, rompi berwarna oranye kian langka di pasaran karena permintaan berlipat ganda. Banyak yang bakal memakainya.

Tentu saja kita mengharapkan tidak demikian.

Persekutuan antara pemerintah dan partai politik pendukung, sebagaimana yang dicerminkan di parlemen sekarang, saya yakin, tidak terlampau lama keberlangsungannya. Koalisi partai di negeri ini, adalah koalisi kepentingan belaka. Bukan koalisi ideologis, visi atau pun program.

Presiden Jokowi cukup jeli membaca kenyataan. Kemesraan Partai Golkar dengan Presiden SBY di masa lalu, ternyata bukan jaminan dukungan terus menerus yang diterima SBY.

Dalam berbagai kesempatan dengan rupa-rupa agenda, justeru Partai Golkar berseberangan dengan SBY. Dukungan PAN kepada Jokowi, ternyata juga bukan dukungan abadi. PAN ahirnya keluar dari kabinet.

Begitu kabinet diumumkan setelah Presiden Jokowi dilantik, riak dan gelombang pun bermunculan. Parta-partai pendukung yang keinginannya tidak terakomodasi sepenuhnya, pasti bereaksi keras. Kohesi persekutun pun mulai goyah ketik itu.

Belum lagi isu-isu dan perebutan posisi tertentu di berbagai posisi, semisal jabatan Duta Besar, Direksi dan Komisaris BUMN, yang cenderung sekarang ini jadi ajang perebutan, menjadi faktor penentu tersendiri terjaga atau rapuhnya kohesi persekutuan tersebut. Semuanya lantaran kepentingan.

Tapi yang paling mendasar, dua setengh tahun sebelum pemilu pada tahun 2024 kelak, masing-masing partai politik akan berjalan sendiri demi meraih pemilih untuk dirinya.

Tidak ada lagi yang disebut partai pendukung atau bukan. Yang ada hanya partai untuk diriku sendiri. Pada saat itulah kepentingan publik akan terabaikan.

Saya yakin, Jokowi sudah siap dengan jurus-jurus redam dan elak. Jokowi sangat sadar bahwa kemarahan pascakekecewaan, selalu dahsyat, dan itu membutuhkan talenta dan keterampilan tersendiri untuk mengatasinya.

Yang pasti, sebentar lagi mungkin Franky Sahilatua akan berdendang pedih:

Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Ingin kukenang selalu.

 

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/07/07292801/demokrasi-yang-kesepian

Terkini Lainnya

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke