Karen menyebutkan, kasus yang dihadapinya saat ini dapat menjadi preseden buruk ke depannya.
"Ini terus terang akan membuat preseden buruk. Nanti setiap ada sumur yang gagal eksplorasi atau yang tidak berhasil, bisa dipidanakan," kata Karen seusai mendengar tuntutan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Karen membantah telah melanggar prosedur dalam proses akuisisi yang dilakukan Pertamina di Australia.
Menurut Karen, semua prosedur telah dilakukan mulai dari persetujuan direksi dan komisaris, hingga kajian dan uji kelayakan untuk mencegah risiko.
Ia menyebutkan, persetujuan yang dia berikan dilakukan atas kewenangannya yang diatur dalam peraturan.
Selain itu, kata dia, akuisisi bisnis hulu menjadi ilmu yang belum dipahami. Saat menjadi Direksi Pertamina, Karen merasa akuisisi bisnis hulu di luar negeri harus segera dilakukan.
"Ini bola salju sebenarnya. Apa ini sengaja Indonesia dibuat sebagai pengimpor minyak? Saya tidak tahu. Kalau kami secara teknis pengeboran eksplorasi di-challange oleh pihak-pihak yang tidak mengerti, ini jadi preseden buruk," kata Karen.
Karen dituntut 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Karen juga dituntut hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 284 miliar.
Karen didakwa telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Karen dianggap memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu.
Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Selain itu, menurut jaksa, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
Menurut jaksa, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia.
Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.
Kasus ini terjadi pada 2009, saat Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap Roc Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan Roc Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai 31 juta dollar AS.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar 26 juta dollar AS.
Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah Roc Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/24/13551111/merasa-dipidana-karena-aksi-korporasi-karen-sebut-kasusnya-bisa-jadi